Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutunggu di Kamar 22

17 Februari 2021   15:30 Diperbarui: 17 Februari 2021   15:43 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langsung aku pamit pada istriku ada keperluan mendadak. Karena selama ini, aku jujur, isteriku percaya saja tanpa tanya macam macam. 

"Betul di hotel ini. "

Aku langsung masuk ke lobi. Menanyakan letak kamar 22. 

"Lurus saja kemudian belok kiri. Ada di sebelah kanan. "

Sekarang aku berada tepat di depan pintu kamar 22. Tangan ini kenapa seakan tak mau digerakkan? 

"Ada apa? "

Aku tak sempat menjawab pertanyaan itu. Bahkan tak sempat melihat wajahnya. Dan aku pun yakin, jika perempuan itu tak jelas melihat wajahku. 

Aku langsung pulang. Ke rumah. Ke pelikan istri tercinta. 

"Kenapa tidak datang? "

Aku mencoba menata hati. Mencoba mengingat lagi, kenapa sampai terjebak dalam hubungan seperti ini. 

"Sudah tahu? "

"Tahu apa? "

"Irwan ditangkap. "

"Irwan siapa? "

Kemudian tak ada berita apa apa selama dua hari. Aku pun sudah melupakan nya. 

Sampai kemudian muncul lagi dari nomor yang sama. 

"Maaf, kemarin terburu buru. "

"Tak apa. "

"Jadi ketemuan? "

"Jadinya di mana? "

"Kamar 22."

Seminggu aku diamkan. Kebetulan ada proyek yang harus dilembur. Hampir dapat dikatakan aku tak sempat menyentuh HP. 

"Aku tunggu di kamar 22."

Itulah yang membuat aku nekad pengin datang ke sana. Penasaran saja. 

Tapi ketika sampai di sana, tangan pun tak mampu digerakkan untuk mengetuk pintu nomor 22.

Malam terus bertarung dengan sepi. Dan aku belum tertidur juga. Sisa hujan masih tersisa. Seekor kucing jatuh dari genteng tetangga. 

"Dia sebetulnya masih cantik. "

Istriku belum terlalu tertimbun lemak. Tapi, seperti biasanya kaum lelaki, kadang bosen kalau harus makan sayur asem tiap hari. Meski pada awalnya terasa begitu mantap. 

Imran, temannya di kantor juga sering nginep di rumah Tati. Sama istrinya bilang ada urusan keluar kota. 

"Kalau habis dari rumah Tati, bini gue jadi kayak Gigi Hadid, " bual Imran setiap kali menggodaku karena di kantor cuma aku yang tak pernah selingkuh. 

Aku cuma tersenyum. 

"Sekali sekali saja. Biar tahu rasanya. "

Aku terpengaruh juga. Ketika ada WA nyasar seperti sekarang ini aku tanggapi. Padahal, emang gak jelas manfaat nya. 

Masih mau selingkuh? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun