"Kamar 22."
Seminggu aku diamkan. Kebetulan ada proyek yang harus dilembur. Hampir dapat dikatakan aku tak sempat menyentuh HP.Â
"Aku tunggu di kamar 22."
Itulah yang membuat aku nekad pengin datang ke sana. Penasaran saja.Â
Tapi ketika sampai di sana, tangan pun tak mampu digerakkan untuk mengetuk pintu nomor 22.
Malam terus bertarung dengan sepi. Dan aku belum tertidur juga. Sisa hujan masih tersisa. Seekor kucing jatuh dari genteng tetangga.Â
"Dia sebetulnya masih cantik. "
Istriku belum terlalu tertimbun lemak. Tapi, seperti biasanya kaum lelaki, kadang bosen kalau harus makan sayur asem tiap hari. Meski pada awalnya terasa begitu mantap.Â
Imran, temannya di kantor juga sering nginep di rumah Tati. Sama istrinya bilang ada urusan keluar kota.Â
"Kalau habis dari rumah Tati, bini gue jadi kayak Gigi Hadid, " bual Imran setiap kali menggodaku karena di kantor cuma aku yang tak pernah selingkuh.Â
Aku cuma tersenyum.Â