Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Haruskah Batasi Jam Dagang atau Cukup Patuhi Protokol Kesehatan?

26 Januari 2021   16:43 Diperbarui: 26 Januari 2021   16:55 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gremengan para pedagang harus didengarkan juga. Jangan main bikin aturan, bikin SE, atau apalah namanya. Pikirkan sebaik mungkin. Jangan nasib orang seakan dipermainkan oleh ketololan. 

Pedagang pedagang itu saya yakin sudah pengin berteriak keras keras karena nasibnya seakan dijungkirbalikkan setiap saat.  Gremengan itu sudah mulai terdengar agak nyaring. 

Semua. Ya, semua orang pasti pengin korona ini segera enyah dari bumi ini. Dan nyatanya emang kita harus terus berjibaku melawan penyebaran nya yang kian mengkhawatirkan. 

Bukan. Saya juga yakin bukan maksud pedagang untuk cuek terhadap penyebaran korona yang bikin merinding bulu kuduk setiap orang. Hanya saja, otak yang kita punya juha harus dimaksimalkan penggunaan nya. 

Dalam artian begini. Peningkatan penderita covid bukan karena jam pedagang yang terlalu lama. Karena pedagang juga sudah mrngukur waktu dagang berdasarkan hitungan bisnis biasa. 

Persoalan justru protokol kesehatan yang pelaksanaan nya diabaikan. Jam dagang dikurangipun, nyatanya penambahan penderits covid terus meningkat. 

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat kita kurang patih pada Protokol kesehatan. Tidak memakai masker masih sering terlihat. Atau memakai masker tapi dengan cara yang tidak benar.  

Masih banyak yang tidak mau menjaga jarak atau memang sulit menjaga jarak. Kadang malah di kantor pemerintahan karena sarananya yang kurang. 

Kesadaran untuk mencuci tangan dengan air yang mengalir atau menggunakan hand sanitizer juga belum sepenuhnya.  Kadang sarananya yang juga belum ada atau terlalu sederhana. 

Jika Protokol kesehatan dilakukan dengan baik, biarkan saja para pebisnis itu tetap bekerja seperti biasa. Saya melihat nafas mereka yang semakin pendek saja. Entah sampai kapan dapat bertahan. 

Para pebisnis sendiri mungkin punya banyak tabungan. Hidupnya tetap seperti biasa meski jam dagang dikurangi. Sedangkan di sini, saya sendiri berpikir tentang nasib karyawan nya. 

Beberapa murid saya mulai kembang kempis juga dalam mengikuti bdr. Apalagi kalau memikirkan gizi mereka. Kemarin tanggal 25 sudah dicanangkan sebagai hari gizi nasional. 

Jika orang mengalami penurunan pendapatan., maka berdampak juga terhadap kemampuan mereka dalam menyediakan gizi seimbang. Jangan kan membicarakan gizi seimbang, untuk makan teratur saja sudah sering memusingkan mereka. 

Pemerintah pusat atau daerah jangan dikit dikit membe lakukan pengurangan j buka pebisnis. Pikirkan lebih matang nasib karyawan dan keluarga mereka. 

Kalau para pns sih enak, gaji jalan terus meski kerja dari rumah. Sementara mereka tak bisa makan jika tak bekerja. Sementara jam bekerja mereka dibatasi. 

Jangan sampai nanti ada generasi goblok akibat kurang gizi. Mau jadi apa masa depan negeri ini? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun