"Pesanan dari Semarang dibatalkan, Mas," lapor salah satu karyawanku suatu siang.Â
Dan entah laporan sama yang keberapa, karena pandemi korona betul-betul telah meluluhlantakkan bisnisku yang sudah kubangun bertahun-tahun. Seperti air hujan yang menggerus kemarau panjang.Â
Ngamuk?Â
Untuk apa. Tak ada manfaatnya sama sekali jika aku marah lalu ngamuk sebagai pelampiasannya. Justru masalah lain akan datang menghajar lebih keras.Â
Mentalku jatuh, iya. Siapa sih yang tak gagap menghadapi marabahaya mendadak begini? Untung aku masih punya sedikit iman. Pasti Tuhan sedang mengujiku agar bisa lebih hebat.Â
Pagi datang begitu buru-buru. Padahal malam seakan enggan untuk segera bergegas pulang.Â
Di Subuh yang masih perawan, kudengar pintu dibuka seseorang. Dan aku tak peduli. Karena orang yang membuka pintu itu pasti istriku.Â
"Aku.... "
"Tak apa kalau semua itu sudah kamu pikirkan baik baik."
Dan benar. Pagi ini dia pergi meninggalkanku sendiri. Pada saat aku terpuruk.Â