Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-laki yang Tak Pernah Tua

3 Januari 2021   19:18 Diperbarui: 3 Januari 2021   20:34 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap Subuh, dia sudah ada di Masjid. Datang sebelum azan, karena laki-laki itu memang setiap malam melaksanakan tahajud hingga Subuh menjelang. Kadang solat sunat Fajar di rumah, kadang di masjid. 

Jika muazin telat datang, padahal waktunya sudah masuk, laki-laki itu segera mengambil mik dan melantunkan azan Subuh. Jangan tanya suaranya yang sember. Percaya dirinya yang tinggi. 

"Biar pada bangun. Suaraku pasti membuat siapa pun yang mendengarnya tak akan bisa tidur lagi, " begitu alasannya begitu percaya diri. 

Sehabis solat Subuh dia berjalan muter.  Sekalian olaraga, katanya. Kadang sekalian ke tempat penjual nasi uduk. Pulang ke rumah menenteng bungkusan nadi bungkus. 

Laki-laki itu hidup berdua bersama istrinya.  Anak-anak nya sudah jadi orang semua. Dan yang kebetulan satu kota pun sudah memiliki rumah sendiri. 

Tak pernah dipikirkan oleh laki-laki itu. Walaupun kadang laki-laki itu kasihan pada istrinya yang sering sedih kalo teringat cucu cucunya. 

"Tugas kita sudah selesai untuk anak-anak. Kita tinggal siapkan diri untuk pulang, " hibur laki-laki itu kepada istrinya. 

Sehabis Subuh, laki-laki itu kadang lari pagi. Cuma muterin lapangan komplek tapi lumayan juga. Karena di dekat lapangan ada tempat jagongan orang orang tua pensiunan di kompleks itu. 

"Bertemu orang. Menyapanya. Itulah obat. Kita menjadi lapang, " katanya suatu hari. 

Kadang laki-laki itu cuma membersihkan tanaman yang ada di halaman rumahnya. Tak seberapa. Tapi lumayan juga buat olahraga. 

Kalau lagi kangen cucu, laki-laki itu mengajak istrinya ke panti asuhan. Tak jauh dari rumahnya memang ada panti asuhan kecil. Dari rumah laki-laki itu sudah menyiapkan makanan untuk anak-anak panti yang selalu menyambutnya dengan gembira. 

"Mereka juga cucu kita, " kata laki-laki itu pada istrinya. Istrinya tersenyum senang. 

Kegiatan itu semuanya kelihatan biasa biasa saja. Tapi, kegiatan kegiatan itulah yang membuat laki-laki itu tak pernah merasa tua. 

"Hidup ini untuk disyukuri. Cukup. Tuhan selalu punya cara yang terbaik untuk kebahagiaan kita. "

Istrinya memegang erat laki-laki yang sangat dicintai nya itu. Dan saat itu, istrinya ngucapin syukur. 

Cuma itu ceritanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun