Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutukan Keluarga Darjo

25 Desember 2020   10:56 Diperbarui: 25 Desember 2020   10:59 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayo, main ke rumahku. 

Namanya Yusi. Teman satu kelasku ketika SD dulu.  Anak perempuan yang tak punya teman kecuali aku. 

Yusi merupakan anak ketiga keluarga Darjo. Keluarga paling kaya di kampungku. Ketika semua rumah di kampung itu terbuat dari kayu atau bahkan bambu, rumah keluarga Darjo sudah menggunakan batu-bata atau rumah gedong bertembok. 

Aku kadang inget pesan emak untuk tidak terlalu sering main ke rumah Yusi. Tapi, Yusi selalu merengek agak aku mau menemaninya main di rumahnya. 

Ayo, main ke rumah ku. 

Kalau kalimat itu sudah keluar dari mulut mungit Yusi, aku tak akan punya kuasa menolak nya. 

Sampai Kelas 6 SD, aku masih selalu main berdua. Aku mulai senang main berdua Yusi. Entah ada perasaan apa di hatiku, tapi yang jelas aku selalu pengen main bareng Yusi. 

Kalau Yusi pegang tanganku, aku juga merasakan perasaan aneh. Apalagi suatu saat Yusi, entah sengaja atau tidak, dia mencium pipiku. Malamnya, aku tak bisa tidur. 

Setamat SD, aku dan Yusi berpisah. Yusi sekolah di SMP bagus di kota, sementara aku masuk pesantren. 

Beberapa kali, aku ketemu Yusi ketika liburan sekolah. Seperti waktu SD juga, Yusi selalu mengajak aku untuk main ke rumahnya. 

Sepertinya di antara kami memang sudah ada bibit cinta. 

"Yusi meninggal, Dulu, " kata teman satu kampung ku. 

"Benar? "

Kemudian dia memperlihatkan foto pemakaman seseorang yang dikatakan nya sebagai pemakaman Yusi. 

"Kamu mungkin sudah tahu, Ya, Dul? " tanya Yusi sehabis melumat bibirku di malam minggu itu. 

"Tentang apa? "

"Tentang kutukan keluarga ku. "

Aku menggeleng. Padahal aku sudah tahu persis cerita yang sudah diceritakan banyak orang itu. 

"Jangan pura-pura, " kata Yusi sambil mencubit lenganku. 

Waktu itu mungkin sudah banyak yang tahu jika antara aku dan Yusi ada terjalin kasih. Semua orang tak akan bisa menyimpan perasaan seperti itu. 

"Aku mungkin tak akan bisa menunggu kamu pulang sebagai seorang sarjana, Dulu. "

Ya, aku memang sudah kuliah sambil bekerja serabutan.  Dan tahun ini baru bisa menyelesaikan kuliahku. 

Dan sudah hampir 5 bulan, aku tak bisa menghubungi nomor telpon Yusi.  Antara kami benar benar terputus. 

Lalu, kabar itu pun sampai. Kabar duka tentang Yusi. Tentang kutukan yang sudah berkali-kali aku dengar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun