Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Menjadi Guru yang Baik dari Sentuhan Tulus Seorang Ibu

1 Desember 2020   16:06 Diperbarui: 1 Desember 2020   16:14 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika aku menjadi seorang guru, aku lebih banyak teringat pembelajaran-pembelajaran alamaih ala ibuku.  Teori-teori pendidikan yang aku dpatkan di IKIP sebelum menjadi universitas, terkadang terasa terlalu kering.  Terkadang justru mencipta jarak.  Sehingga ketulusan tak mampu terbangun di atasnya.

Relasi guru murid memang semakin lama semakin mekanis dan hanya sebuah kewajiban belaka.  Tuntutan kurikulum yang begitu berat sering membuat guru kehilangan ketulusannya dalam berinteraksi dengan murid.  Guru hanya melakukan apa yang sudah diwajibkan karena dia seorang guru.  Setelah kewajiban itu tertunaikan, maka segalanya lunas.  

Rongga kosong yang tertinggal di relung-relung hati sanubari guru dan murid.  Mereka sama-sama kehilangan relasi yang asali.  Sehingga, tak slah jika pendidikan modern justru telah merampok kemanusiaan dan kemudiannya mengenyahkannya.  Pendidikan menjadi lembaga tanpa ruh.

Kenapa Ki Hajar Dewantoro sebagai tokoh pendidikan menyebut sekolah yang didirikannya sebagai Taman Siswa?

Karena Ki Hajar tentu menginginkan sekolah tetap tak kehilangan ruhnya sebagai penebal kemanusiaan manusia.  Taman itu manusiawi.  Tempat bermain, berinteraksi, dan saling membagi ketulusan.  Taman itu selalu menjadi peneduh dalam keluasan dan kerindangan kemanusiaan. Iya, itulah pendidikan yang tidak mekanistik.  Pendidikan yang dipenuhi dengan berbagai ujian dan ulangan.  Seorah-olah semakin banyak ulangan atau ujian maka siswa akan menjadi lebih baik. Pendidikan kehilangan ruh jika tak mampu menyentuh sisi ketulusan dan kemanusian itu.

Ibu, sampai kapan pun, aku akan terus mengenang sentuhan-sentuhan pedagogik paling canggih itu.  Tak ada teori yang bisa menandinginya. Tak ada.  Karena sentuhanmu, ibu, adalah sentuhan ketulusan.  Dan ketulusan adalah pendobrak paling ampuh menuju kemanusiaan seseorang.

Tak ada guru sehebat ibu.  Sudahkah hari ini kalian mendoakan ibumu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun