Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Kekalahan Trump

8 November 2020   09:21 Diperbarui: 8 November 2020   09:34 4232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang bikin iri dari demokrasi Amerika adalah adanya dua pidato setiap kali selesai pemilihan presiden.  Selain pidato kemenangan yang dipenuhi dengan eforia, ada juga pidato kekalahan yang dipenuhi rasa syahdu. 

Dalam setiap pemilihan presiden di Amerika, calon presiden bisa lebih dari dua. Akan tetapi, hanya calon presiden dari Demokrat dan Republik yang diperhitungkan. Selain itu, hanya figuran belaka. 

Kali ini, dua kandidat tersebut adalah Joe Biden dari Demokrat dan Donald Trump dari Republik. Sejak awal, persaingan cukup ketat. Walaupun survei pernah mengunggulkan Biden, namun pada saat perhitungan terjadi persaingan perolehan suara yang sangat ketat. 

Dan kini hasil itu sudah diperoleh. Biden sebagai pemenang pemilihan presiden AS. Sebagai pemenang, Biden tentu akan menyampaikan pidato kemenangan sebagaimana biasanya. 

Pertanyaan muncul, vdi sisi sebelah sana. Akankah Trump menyampaikan pidato kekalahan? 

Trump sudah menyampaikan bahwa dia tak akan mudah menyerah. Bahkan upaya upaya untuk kemenangan nya kadang bikin miris. Apalagi ketika suara suara sumbangnya diterjemahkan oleh pengagum setianya. 

Trump akan memggugat hasil pemilu. Bukan itu saja, Trump juga mengatakan belum menyiapkan pidato kekalahan. Hal ini yang bisa membuat kondisi tak lagi sebagus dulu. 

Jika kita tarik ke tahun 2016, ketika Trump sebagai pemenang menyampaikan pidato kemenangan, di sebelah sana, Hillary menyampaikan pidato kekalahan. Hillary kecewa karena kalah, akan tetapi demokrasi harus dijunjung tinggi. Pidato kekalahan menjadi arena untuk kembali bekerja bersama. 

Jika Trump tak mau mengakui kekalahan, atau bahkan tak mau keluar dari Gedung Putih, sudah banyak spekulasi disampaikan. Hanya saja, para pengagum demokrasi di mana pun berada, akan merasa bangga jika demokrasi Amerika juga semakin dewasa, bukan terdegradasi lebih buruk dari negara negara berkembang yang sering diceramahi tentang demokrasi oleh Amerika. 

Semoga saja, Trump sudah mulai menulis pidato kekalahan. Sebuah sikap demokratis yang harus terus dijunjung. Persaingan boleh sesengit apa pun. Akan tetapi, persaingan akan segera berakhir ketika hasil pemilihan sudah disampaikan. 

Jangan sampai Amerika harus belajar demokrasi ke Indonesia. Karena, di negeri ini sudah tercipta demokrasi yang belum terjadi di mana pun di dunia ini, karena kandidat presiden yang kalah dalam pemilu malah masuk dalam kabinet capres yang menang pemilu. 

Kita tunggu pidato kekalahan Trump. Sambil menangis karena kecewa tapi tetap bangga dengan demotfi negaranya. 

Iya, kan Trump? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun