Tapi Jokowi sabar. Tidak grusa grusu. Kemanusiaan beliau letakkan di atas kekuasaannya. Kemanusiaan betul-betul ada di dalam setiap langkahnya.Â
Pendekatan personal dilakukan. Dialog tak pernah henti. Dialog yang benar-benar dialogis. Bukan dialog yang monolog. Bukan dialog yang berisi ancaman ancaman. Bukan dialog yang diawasi pasukan berseragam.Â
Dimana dialog dilakukan oleh seorang walikota?Â
Jokowi mengundang para pedagang datang ke kantor walikota. Mereka bukan hanya diajak ngomong, tapi juga diajak makan. Jokowi mengundang dalam sebuah perjamuan. Manusiawi sekali. Sulit dicari bandingannya. Di kolong langit yang sebelah mana pun.Â
Terus kami tanya berapa kali undangan perjamuan itu dilakukan?Â
Mungkin kamu akan kaget sendiri. Karena Jokowi mengundang para pedagang ke perjamuan di kantor walikota lebih dari 59 kali. Lebih dari 50 kali. Jumlah yang mungkin tak akan ada yang bisa mengalahkan.Â
Pedagang minta jaminan omzet tak turun. Dan sekarang mereka sejahtera di Pasar Klitikan. Jauh berlipat lipat pendapatannya. Mereka bahagia. Mereka bangga. Mereka selalu mengenang peristiwa itu sepanjang hayatnya.Â
Apalagi peristiwa pindahnya yang dibarengi dengan arak-arakan. Satu Indonesia bangga.Â
Dan kenapa sekarang menjadi begitu beda. Mengapa Pak Jokowi terkesan tak memiliki kesabaran lagi?Â
Mungkin kah berubah? Atau memang Jakarta memang beda?Â
Aku masih merindukan saat-saat seperti itu. Saat saat seorang pemimpin mau mendengarkan suara suara lirih rakyat nya. Suara suara yang sudah lama diabaikan.Â