Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Manipulasi Gaji Guru Sekolah Swasta

13 Oktober 2020   09:16 Diperbarui: 13 Oktober 2020   13:10 1215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum riuh tentang gaji yang dihitung berdasarkan jam, guru-guru sudah bertahun-tahun menderita karena persoalan tersebut. Sampai kini masih belum punya ujung. Kasihan sekali mereka. 

Bukan guru di sekolah negeri tentunya. Tapi, mereka, guru-guru yang mengajar di sekolah sekolah swasta. Dan saya pernah mengajar di beberapa sekolah karena waktu Zaman Orba, gaji guru tak pernah cukup untuk urusan dapur. 

Hitungan yang entah dimulai sejak kapan dan oleh siapa. Tak pernah jelas. Tapi tetap berlaku di sekolah swasta hingga kini. Dan guru guru sekolah swasta itu tak bisa demo untuk mengubah aturan gaji berdasarkan jam yang jelas jelas manipulatif tersebut. 

Kenapa manipulatif? 

"Ngajar berapa jam?" tanya teman SMA waktu tahu aku ngajar di sebuah sekolah swasta lumayan bagus di dekat rumah tinggalku. 

"28 jam."

"Gaji berdasarkan jam kan kalau ngajar di sekolah swasta?"

"Iya."

"Dapet berapa satu jam?"

"1500."

Terus temanku diam. Sepertinya sedang menghitung gajiku ngajar di sekolah swasta. Jangan bilang 1500 rupiah kecil. Kalau dibandingkan sekarang ya, kecil memang, tapi Zaman Orba segitu sudah dianggap standar. 

"Berarti gajimu 150.000 sebulan dong?"

Sebagai perbandingan. Zaman itu, gaji guru PNS sarjana lulusan IKIP yang biasanya baru dibayar 80 persennya cuma 120 ribu rupiah. Sehingga, angka 150 ribu lebih besar dari gaji PNS baru. 

"Salah hitung loe."

"Emang gaji guru ngitungnya gimana? Bukannya 1500 x 25 x 4 minggu dalam sebulan?"

"Itulah manipulatifnya gaji guru swasta yang dihitung per jam. Jumlah jam seminggu yang 25 jam tidak dikalikan jumlah minggu."

"Gaji seminggu untuk sebulan?" tanya temanku mulai heran dan mulai faham kenapa waktu itu menjadi guru adalah pilihan sesat kecuali orang orang yang jiwanya sudah guru buanget seperti diriku ini. 

"Iya. Ngeselin, kan?"

"Pantesan kamu ngajar banyak sekolah."

Itu sejarah saya dulu. Untung sekarang sudah PNS. Di DKI Jakarta pula. Jadi, bisa berbangga dan menepuk dada. 

Tapi, rasa pedih kadang muncul ketika ngumpul bareng guru-guru sekolah swasta. Mereka masih digaji berdasarkan jam yang manipulatif tersebut. 

Semoga teman-temanku guru swasta segera mendapatkan perbaikan nasib. Paling tidak, dapat ikut sertifikasi dan dapat tunjangannya. Lumayan untuk kerja keras mereka yang tak ada bandingannya. 

Semoga gaji per jam juga lebih menyejahterakan para buruh di negeri ini. Negeri Pancasila. Negeri yang dibangun di atas darah para pejuangnya. 

UU Cipta Kerja mana? Kok masih unyek aja. Masih tarung kepentingan mulu. Jangan sampai negeri ini kalah oleh para mafia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun