Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Belum Baca

7 Oktober 2020   11:48 Diperbarui: 7 Oktober 2020   11:52 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RUU Cipta Kerja sudah disahkan menjadi UU. Dan sekarang, perang akan berlangsung di jalanan. Dan politik akan saling menikung. 

Pertempuran antara pihak yang mendukung UU Cipta Kerja dengan yang menolak akan memunculkan keseriusan, kesehatan, dan kelucuan kelucuannya tersendiri. 

Dan tulisan ini akan lebih fokus pada kelucuan kelucuan itu. 

UU Cipta Kerja bukan UU biasa. Merupakan omnibus law. Sehingga ketebalannya juga ekstra. 

Dan tahu sendiri kan? 

Apanya? 

Kebiasaan orang-orang itu. Baik yang mendukung maupun yang menolak UU. Bukan hanya UU Cipta Kerja. Terkadang mereka belum baca. 

Belum baca sebetulnya tak masalah. Karena mungkin belum punya waktu. Saking sibuk kerja. Dari pagi sampai pagi lagi. 25 Jam sehari semalam. 

Tapi, mbok ya o, kalau belum baca-baca dulu, bukan terus koar-koar seolah sudah paham tanpa membacanya. Padahal, baca saja belum tentu paham. Masa yang tak baca bahkan belum liat malah merasa paham dan maju sebagai pendukung atau penolak sesuatu yang belum dipahami bahkan belim dibaca. 

Inilah lucunya. 

Budaya literasi yang kurang. Gurunya kurang membimbing dia waktunya dia sekolah. Atau bisa juga gurunya sudah rajin membimbing tapi dianya malah rajin mbolos. Tawuran pula. Dan sekarang pengin bolos dan tawuran lagi. 

Mari kita tingkatkan budaya literasi kita. Biar gak gampang marah. Biar gak gampang tunjuk. 

Baca UU Cipta Kerja yuk. Kita pahami juga. Baru kita debat tentang isinya. Tentang konsekuensinya. Tentang banyak hal yang kita berbeda. 

Berbeda itu kan biasa. Kita cari kalimatun sawa di antara kita. Sehingga negeri ini tetap kita cintai bersama. 

Bukan milik pengusaha, bukan milik buruh, apalagi milik DPR. Negara ini milik sah kita bersama. Jangan kalian gadekan demi nafsu kalian yang tak ada habisnya. 

Eh, ngomong mulu. Ayo, mulai baca. Diam saja kalau kalian belum selesai baca. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun