Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Bapak tentang PKI di Kampungku

30 September 2020   05:22 Diperbarui: 30 September 2020   05:29 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu masih kecil dulu, bapakku suka cerita. Aku dan adik adikku senang mendengarkan nya. Salah satu cerita Bapak adalah tentang PKI di kampungku. 

Bapakku waktu itu sebagai ketua Banser kampung. Berarti bapakku langsung berkonfrontasi dengan PKI kampungku. 

Bapakku menyebutkan nama nama temannya sesama Banser. Bapakku juga menyebutkan orang orang yang berada di kubu sebelah atau sebagai anggota PKI kampungku. Mereka semua masih hidup ketika aku kecil. Aku juga tahu rumah mereka. Bahkan beberapa teman sekolahku anak anak mereka. 

Konfrontasi saat itu memang menegangkan. Kelompok Banser punya posko dan PKI juga punya posko. Isu bahwa kubu sebelah akan melakukan penyerangan berseliweran, kata Bapakku. Tapi, bapakku tidak memperbolehkan anak buahnya menyerang duluan. Karena bapakku merasa mereka masih satu keluarga. Kakek nenek dan buyut nya pasti akan ketemu juga. 

Dan termasuk untung juga tidak ada saling serang. Tak ada korban di kampung ku satu orang pun pada saat goro goro itu.  

Setelah mendengar radio tentang kekalahan PKI di kota, posko PKI di kampung ku langsung bubar. Beberapa orang sempat ketakutan dan melarikan diri ke hutan, tapi kemudian pulang kembali. 

Ketika aku kecil dan sudah mulai mengingat banyak hal. Ketika sudah menonton film G30 S PKI, aku sering diam diam liatin orang yang disebutkan bapakku sebagai orang PKI di kampung ku. 

Mereka biasa saja. Anaknya yang sekolah bareng aku juga biasa saja. Tidak seram. 

Ketika ada tahlilan mereka juga diundang. Mereka datang. Mereka ngobrol dan bercanda biasa. Seperti saudara sekampung, gitu lah. 

Dapat dikatakan kampungku memang guyub. Ketika ada kerja bakti, mereka datang semua. 

Tak pernah ada kata kata, kamu bekas PKI atau kamu Banser. Bahkan kalau bapakku tak mereka menyebutkan nama nama orang yang dulunya PKI, aku tak mungkin tahu. 

Kampungku tak pernah terbelah. Walaupun ada sedikit riak ketika pemilihan presiden. Ada suara suara lirih yang mencoba menunjuk nunjuk masa lalu itu. Tapi, alhamdulillah tak ada yang terpancing. 

Semoga Indonesia seperti kampungku. Atau Indonesia menjadi bagian dari kampungki. Enak, tak ada rebutan sejarah. Padahal, cuma untuk cari makan belaka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun