Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Anakku, Seekor Kucing, Seekor Kelinci, Seekor Kuda, Seekor Kutu, Seekor Gajah, Seekor Singa, Seekor Kambing, dan Teman-temannya

22 September 2020   05:07 Diperbarui: 22 September 2020   05:12 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari. Ketika matahari juga baru bangun. Anakku sudah mengetuk pintu kamarku. Sambil membawa buku tulis dan sebuah pensil di tangan nya. 

"Ada apa, Oca?" tanyaku agak malas. 

"Dede lupa yah. Hari ini ada tugas menulis cerita. Cerita tentang binatang. Kata bu guru, hari ini harus selesai. Kalau tidak.... " entah kenapa dia tidak meneruskan kata katanya. Biarlah. Mungkin dia buru buru. 

"Ada apa, De? " tanya istriku yang terbangun juga. 

"Dede ada tugas yang harus dikirim hari ini, Bun. "

"Kenapa baru mau dikerjakan? "

"Dede lupa, Bun. "

Terpaksa aku temani anakku bikin cerita. Untung ada kopi hangat yang sudah nangkring di meja, jadi badan jadi terasa fit. 

"Cerita tentang binatang, Yah. "

"Tentang apa? "

"Menurut ayah sebaiknya tentang apa? "

"Pilkada saja. "

"Binatang gak mungkin pilkada ayah. "

"Oh, iya ya. Cuma manusia yang walaupun korona tetap ngebet pilkada. "

"Apa dong? " desak anakku ketika aku terlalu lama menikmati kopi pagi. 

"Tentang peperangan, Ca. "

"Ih, ayah. Mana ada binatang perang. Senjata saja tak bisa pegang? "

"Terus menurut Oca sebaiknya apa? "

"Persahabatan saja. Soalnya binatang kan suka bersahabat. "

"Boleh, " jawabku. 

"Tokohnya siapa, Yah? "

"Gajah? "

"Kegedean. "

"Kucing? "

"Terlalu lucu. "

"Macan? "

"Jangan yang galak galak ayah. "

Aku mulai dibikin bingung. Terpaksa garuk garuk kepala. 

"Kenapa garuk garuk kepala, Yah? "

"Pusing."

"Kenapa pusing? "

"Mikirin cerita kamu, Ca. "

"Ayah, kata bu guru, kalau bikin cerita tak usah terlalu banyak dipikir. Nanti malah cerita nya tak jadi. Langsung tulis saja, gitu. "

"Ya sudah, kamu tulis. "

"Tokohnya kuda saja deh. "

"Kamu tentuin tokoh antagonis nya juga, " kataku sambil menghabiskan tegukan kopi pagi. Dan tegukan terakhir selalu terasa lebih nikmat. Entah kenapa. 

"Tokoh antagonis apa, Yah? "

"Tokoh jahat. "

"Emang ada hewan yang jahat? Yang jahat itu Bondan. Temen Oca. Dia suka menyiksa burung yang dipelihara ayahnya. "

"Lho, kalau bikin cerita memang harus ada tokoh jahatnya. "

"Singa? Gak jahat. Monyet? Gak jahat. Kelinci? Apalagi. Kelinci mah lucu. Sapi? Baik. Kucing? Gak mungkin. Kutu? Bisa juga. Tapi jahatnya ngapain ya? Kutu kan cuma gigiy dikit. Masa jahat. "

Lama sekali anakku mencari binatang yang akan dijadikan tokoh antagonis nya. 

Sudah jam 09. Anakku masih menyebutkan satu per satu nama binatang. Tapi belum menemukan yang layak menjadi tokoh antagonis dalam cerita yang hendak ditulis nya. 

Zuhur. Anakku masih duduk seperti yafi pagi. Sepertinya dia belum menemukan tokoh antagonis untuk cerita nya. 

Magrib juga belum. Isya. Belum. Subuh. Belum. 

Aku kagum pada anakku. Seandainya dia bikin cerita tentang manusia. Apalagi manusia di negeri ini. Mungkin dia tak perlu mencari selama itu untuk menentukan tokoh antagonis nya. 

Aduh.... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun