Negeri ini terlalu luas untuk ditunggalkan. Â Persoalan akan selalu berbeda di setiap daerah. Â Pemberian otonomi terhadap daerah sebetulnya menjadi sebuah keharusan sejarah. Karena sentralisasi era Orde Baru memang gagal total.Â
Kenapa persoalan pendidikan masih menjadi ranah Jakarta?Â
Seharusnya, pendidikan juga diserahkan saja ke daerah. Juga tanggungjawabnya. Jangan sampai cuma setengah setengah. Seperti nasib guru honorer. Pemda tak peduli, pemerintah pusat sudah merasa terbebas. Akhirnya, guru honorer pun bernasib "hidup enggan mati tak mau".Â
Dalam artian begini. Jakarta dan kota kota besar di Jawa atau kota besar di luar Jawa memang persoalan pulsa menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Apa susah nya BUMN di bidang ini diajak bicara. Apalagi jika yang ngajak bicara bosnya bos BUMN.Â
Tapi persoalan lain juga banyak. Bagaimana berdaring belajar, jika dalam satu keluarga hanya memiliki satu atau dua HP, padahal anaknya 3, bahkan ada yang 5 sekolah semua dan harus daring semua. Bergantian? Atau berbarengan. Banyak juga hal seperti ini terjadi.Â
Pulau tak satu satunya kendala. Â
Misalnya lagi, jika di daerah tertentu jaringan tak ada. Bahkan sinyal baru bisa terdeteksi jika naik ke bukit. Pemberian pulsa di daerah yang seperti ini juga tak berguna.Â
Dan yang lebih berpengaruh adalah kesadaran orang tua untuk terlibat dalam pembelajaran anak anaknya. Â Guru tak bisa mrmantau langsung bagaimana seorang anak belajar. Sehingga orang tua harus benar benar terlibat. Karena, efektivitas pembelajaran sangat bergantung dengan kondisi keberlibatan anak anak dalam pembelajaran.Â
Pemberian pulsa memang diperlukan. Tapi, persoalan lain menunggu juga untuk diselesaikan. Jangan sampai pemberian pulsa menjadi satu-satunya jalan bahwa segalanya pasti akan terselesaikan.Â
Oh, ya, perguruan tinggi negeri juga perlu ditambah tuh. Pengumuman SBMPTN telah menunjukkan bahwa perguruan tinggi negeri terlalu sedikit dibandingkan peminatnya.Â
Ah, harusnya ke Mas Menteri ya.Â