Waktu pembentukan UU Otonomi Daerah memang negeri ini kondisinya cukup mengkhawatirkan. Ada gejolak disintegrasi yang dapat menjadikan negara ini terbalkanisasi. Semangat federalisme juga cukup mencolok sehingga harus dipertimbangkan matang matang dalam merumuskan otonomi daerah yang begitu kuat.Â
Sentralisasi Orde Baru memang membuat Jakarta menjadi sangat dominan. Kehidupan bernegara terlihat tentram tetapi menyimpan bara dalam sekam. Potensi ledakannya akan sulit diantisipasi.Â
Runtuhnya Orde Baru memang menjadikan tuntutan otonomi daerah tak lagi bisa diabaikan. Padahal, di saat yang sama juga muncul bibit-bibit disintegrasi yang tak diinginkan oleh semua pihak.Â
Maka, jadilah otonomi daerah yang ada di tingkat 2 atau kabupaten/kotamadya. Akhirnya, otonomi menjadi daerah daerah yang sangat kecil sekali. Â Menjadi begitu ribet.Â
Di awalnya, tentu bisa dimaklumi karena kondisi disintegrasi bangsa. Jika otonomi di tingkat 1 atau provinsi sangat berpotensi atau dikhawatirkan perlawanan terhadap pusat akan lebih ter mungkinkan. Â Akhirnya, jalan tengahnya otonomi di daerah yang lebih kecil hanya karena ketakutan tersebut.Â
Saat ini, kita semua menyaksikan bahwa otonomi daerah tingkat 2 tidak memiliki kemanfaatan jelas. Malah ke keberadaan DPRD 2 sering terlihat ngrecoki pemerintah daripada memberikan keberimbangan. Terlalu banyak dana mubazir untuk kegiatan pemerintahan Kabupaten atau kotamadya.Â
Saat ini, sudah tak perlu takut disintegrasi bangsa karena otonomi daerah tingkat 1 atau provinsi. Oleh karena itu, mrmpertimbangkan kembali otonomi cukup di provinsi menjadi sangat masuk akal.Â
Bupati atau walikota cukup diangkat saja. Tak perlu ada DPRD 2 segala. Banyak sekali anggaran negara dapat dihemat untuk pembangunan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.Â
Kita berkaca ke Jakarta. Otonomi Jakarta merupakan otonomi tingkat provinsi. Tak ada DPRD 2. Walikota cukup diangkat dari PNS berprestasi.
Dan Jakarta bisa berjalan baik. Pemerintahan tidak terlalu ribet. Karena keputusan dari seorang gubernur sudah dapat diimplementasikan dengan baik di seluruh wilayah.Â
Sementara, di daerah tetangganya, seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang, keputusan terkadang lambat dalam keputusan. Karena ada walikota juga ada gubernurnya.Â
Ya, semoga para pemilik bangku di Senayan segera menyadari kondisi ini. Jangan biarkan pilkada terus menjadikan Negeri ini ribut rebutan kursi. Ada rakyat yang perlu dipikirkan kesejahteraan mereka.Â
Sehingga negeri ini tak perlu menjadi negeri pilkada. Apalagi jika hasil pilkada cuma masuk hotel prodeo karena ditangkap KPK.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H