Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PSI, Omong-omong tentang Omong Kosong

22 Juli 2020   11:35 Diperbarui: 22 Juli 2020   11:45 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan ngomong asal njeplak.  Apalagi nyablak.  Setiap kata harus selalu dihitung konsekuensinya.  Sehingga omongan kita bukan sekedar omong kosong. 

Kalau kritik jangan karena kebencian. Kalau kritik harus bermula dari sesuatu yang memang meresahkan hati. Sehingga kritik akan menunjuk juga pada diri sendiri atau kelompok sendiri. Sehingga kritik bukan sekadar omong kosong. 

Misalnya begini. Saya kritik orang yang membuang sampah sembarangan. Maka, siapa pun orang membuang sampah sembarangan, termasuk kelompok sendiri, keluarga sendiri, atau bahkan diri sendiri akan tetap karena kritik. Karena kritik bukan pada pelaku tapi pada kelakuannya. 

Kenapa saya memilih PSI sebagai partai bawang. Karena di dalamnya rata rata dihuni oleh anak-anak muda. Masih memiliki idealisme yang tinggi. 

Dan mereka benar-benar menghujamkan kritik kepada penampuk Balaikota DKI Jakarta. Memang seharusnya begitulah sikap politik partai. Semenjurus dengan arah jalan konstituen. 

Demikian juga ketika PSI menghujamkan kritik pedas terhadap politik dinasti. Saya sangat setuju. Tak boleh ada politik dinasti di negeri ini. Sama sekali tak boleh. Sama sekali tak demokratis. 

Ketika kritik itu dikeluarkan oleh PSI, sangat beranggapan bahwa kritik tersebut bukan kritik terhadap orang tapi terhadap prilaku.  Bukan kritik untuk kepentingan diri sendiri tapi untuk masa depan negeri ini. 

Tapi, benarkah demikian? 

Saya menjadi ragu ketika PSI dukung Gibran.  PSI seakan menjilati ludah sendiri.  PSI seperti tak konsisten lagi. Sangat disayangkan. Kenapa? 

Karena banyak orang berharap pada partai yang berisi anak anak muda tersebut.  Jika hal sama dilakukan oleh partai bangkotan, apa peduli saya, orang dari dulu memang sulit untuk dipercaya. 

Terlalu sering partai bangkotan mengkhianati konstituen.  Dan untuk apa berharap kepada mereka selain kematian mereka segera diselesaikan. Maka, wajar ada harapan untuk mereka yang muda. 

Semoga mereka tak sama saja. Kalau sama saja sudah parah, apalagi kalau melebihi? 

Kritik PSI terhadap dinasti ternyata hanya untuk orang lain. Kalau hal yang sama dilakukan oleh kelompoknya, mereka bukan hanya tak diam, tapi sudah bersikap mendukung. Sikap apa apa an tuh. 

Saya kira, saya harus Golput lagi. Ternyata partai anak muda pun terlalu mudah omong omong tentang omong kosong. 

Menjengkelkan. Tapi, begitulah partai partai di negeri ini. Sebuah negeri entah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun