Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Gibran Tak Mungkin Menang

21 Juli 2020   06:22 Diperbarui: 21 Juli 2020   06:34 2567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya gara-gara Gibran didukung oleh semua partai, dari partai besar sampai partai gurem nol koma dan hanya menyisakan PKS yang kebingungan sendiri, terus semua orang berpendapat jika Gibran akan menang mudah, semudah membalikkan tangan. 

Mungkin masih ada orang waras seperti saya yang berpendapat beda. 

Gibran tak mungkin menang. Alih-alih menang mudah, untuk menang saja menjaji sesuatu yang tak mungkin. 

Lihat saja contoh sejarah paling jelas di depan mata ketika pilkada DKI Jakarta. Putra Mahkota langsung terkapar ketika baru masuk babak penyisihan. Sesuatu yang sangat dapat dijadikan cermin bagi para pemuja kedinastian di negeri ini, jika mereka memiliki otak cerdas untuk berpikir. 

Memang tidak sama persis. Kalau sama persis berarti dunia sudah tak ada. Karena air yang mengalir film sungai yang sama pun tak pernah sama. Demikian juga dengan udara yang kita hembuskan dari hidung pesek atau mancung adalah selalu udara yang berbeda. 

Kembali ke laptop. Gibran juga tak mungkin menang. Meskipun dukungan partai politik menjadi sesuatu yang anomali. Karena mulut-mulut mereka yang pernah mengecam politik dinasti tapi kini ditelannya ludas basi itu dengan kebanggaan yang seperti pencuri ketahuan padahal kemarin baru berkotbah berapi-api tentang pencurian yang haram jadah tujuh turunan. 

Tapi, itulah politik, ludah basi juga tak pernah bikin mereka malu untuk bolak-balik menelannya. Paling tidak, dalam hal ini, aku ingat PSI. 

Ya, Gibran tak mungkin menang. Walaupun bapaknya seorang presiden untuk jabatan kedua kalinya. Tetap tidak. Tidak akan menang. 

Berarti Gibran kalah, maksud lu? 

Kamu ini suka terlalu picik. Kalau dikatakan tidak menang terus kamu simpulkan pasti kalah. Tidak menang kan bisa juga diartikan tidak kalah? 

Lu mulai ngaco. Mana ada tidak menang sekaligus tidak kalah? 

Kamu gak usah sewot kayak politikus karbitan kalau muncul di layar televisi begitu dong!  Akan aku jelaskan sejelas-jelasnya.  Aku bukan politikus, aku cuma penggemar humor belaka. Politik itu akan semakin indah kalau dilihat dari perspektif humorologi. 

Gus Dur saja enak waktu jadi presiden. Gak ada yang repot. Karena apa, coba? Kan karena humor juga. Gitu aja kok repot. 

Maksud lu gimana sih? Malah muter-muter kayak gasing singit. 

Yang singit itu layangan, bukan gasing, Bro. 

Udahlah, lu jangan menjelma jadi ahli bahasa. Nanti malah pusing sendiri. Badan bahasa saja sudah dicuekin begitu akut ketika hendak mengatur bahasa seperti polisi bahasa. Langsung saja maksud lu apa bilang Gibran tak mungkin menang sekaligus tak mungkin kalah? 

Karena pertaruhannya ada di bapaknya. Anak polah, bapak kepradah. Coba saja nanti lihat. Gibran menang pasti karena Jokowi. Kalau kalah juga pasti yang kena Jokowi. 

Gibran aman dong? 

Begituh. Udah paham? 

Sialan lu. Ternyata gituh maksut luh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun