Terkadang orang lebih senang marah marah daripada berpikir jernih. Â Hanya demi kepentingan sendiri. Â Seperti PPDB kali ini.Â
Paling banyak disorot tentunya Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta. Â Padahal, disdik DKI sudah berupaya agar PPDB benar-benar berkeadilan.Â
Paling mengemuka ketika orang tua mempertentangkan antara ketentuan usia dengan prestasi. Â Mereka marah karena anaknya yang sudah bekerja keras dan berprestasi belum diterima pada PPDB jalur Zonasi.Â
Harusnya orang tua membaca aturan PPDB dengan teliti. Jangan keburu emosi. Â Tidak baik. Tidak mendidik anak-anak mereka sendiri. Bagaimana memperjuangkan sesuatu itu?Â
Jalur PPDB memang lumayan banyak. Ada jalur afirmasi, kepindahan orang tua, anak guru, dan prestasi non-akademik. Jalur jalur ini sudah selesai dengan aman dan lancar. Kalau dibaca dengan teliti, di situ tertulis juga jalur prestasi walapun baru untuk yang non-akademik. Prestasi dihargai di DKI kan?Â
Mulai hari Kamis, 25 Juni 2020 baru dimulai jalur Zonasi. Â Jalur zonasi tentu berdasarkan tempat tinggal seorang anak. Zonasi sudah ditentukan. Tak bisa berpindah ke zonasi lain. Â
Persoalan muncul ketika pada jalur zonasi ini pendaftar melebihi kapasitas yang tersedia. Harus diseleksi juga dong. Apa yang dijadikan alat seleksi?
Sebelum saya teruskan, saya coba tipu tipu warga DKI dalam menyiasati aturan zonasi ini. Â Warga DKI ternyata selain pinter juga susah untuk jujur. Â Begitu banyak orang DKI yang mengincar sekolah tertentu, atau bahkan orang luar DKI (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mengakialinya dengan pindah tempat tinggal. Lho, boleh kan? Apa masalah nya?Â
Kalau beneran mrmang halalan toyiban. Akan tetapi, mereka tidak pindah beneran. Mereka hanya pindah secara administratif. Â Ngikut KK istilahnya. Â Orangnya tetap tinggal di Bekasi, tapi tercatat tinggal di Duren Sawit, misalnya. Â Maka, kemacetan terus saja terjadi, karena anak anak itu tinggal di bekasi bersekolah di Jakarta dan pura pura numpang KK di jakarta.Â
Lebih parah lagi, disinyalir ada mafia yang bisa mengurus hal demikian bagi orang-orang yang tak punya saudara di DKI. Â Mereka bisa numpang di kartu keluarga orang yang sama sekali tidak dikenal. Hanya untuk masuk sekolah favorit di DKI.Â
Parah kan?Â
Terus masalah letak jauh dekat rumah dengan sekolah. Â Ini juga selalu dimanipulasi. Karena memang sudah untuk melakukan verifikasi. Orang tua sering mengisi asal saja, untuk jarak rumah. Siapa yang bertanggungjawab memverifikasi? Pasti yang akan muncul juga ribut lagi.Â
Dinas Pendidikan DKI kemudian mengambil usia sebagai seleksi. Â Karena usia tak bisa dimanipulasi. Atau paling tidak, belum sempat melakukan manipulasi tersebut. Â Sehingga keadilan sangat terlihat di sini.Â
Lalu, kenapa orang tua yang anaknya berprestasi marah?Â
Karena mereka membacanya tak utuh. Kenapa disebut demikian?Â
Setelah jalur zonasi, masih ada satu jalur lagi. Yaitu jalur prestasi akademik. Â Kuota nya juga banyak. Ada 20 persen dari kapasitas sekolah.Â
Ini merupakan jalur yang disediakan untuk anak anak hebat. Anak yang memiliki nilai lebih dalam berpikir. Anak-anak yang sudah bekerja keras untuk mendapatkan nilai bagus.Â
Mereka tak sabar. Sehingga keburu marah. Bahkan tega teganya memfitnah pemerintah. Sabarlah. Setelah jalur zonasi, ada jalur untuk anak anak kalian yang kalian anggap hebat itu.Â
Jadi, disdik DKI sudah betulkan? Berpikirlah sejernih jernihnya. Jangan biarkan nafsu menguasai Anda.Â
Demikian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H