Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PJJ Berlanjut, Jangan Lupakan Anak-anak Kurang Mampu

19 Juni 2020   06:08 Diperbarui: 19 Juni 2020   06:58 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas Menteri bertindak cepat. Sudah diputuskan untuk melanjutkan PJJ atau pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran daring hingga kondisi sudah betul betul memungkinkan. Keselamatan anak anak adalah segalanya. 

Belum banyak daerah yang masuk zona hijau. Kemungkinan besar hanya beberapa daerah di luar Jawa. Karena kota kota besar di luar Jawa pun sudah banyak yang zona kuning, bahkan beberapa zona merah. 

Setelah pelaksanaan PJJ sekitar tiga bulan, seharusnya sudah ada kajian yang mendalam tentang pelaksanaan PJJ tersebut. Jangan sampai kesalahan yang sama akan terjadi di masa mendatang. 

Persoalan jaringan memang sudah banyak sekali dikeluhkan. Karena banyak daerah yang harus melaksanakan PJJ tetapi jaringan internet bisa diakses kalau siswa naik ke bukit terlebih dahulu. 

Hanya saja , karena hal ini berkaitan dengan instansi lain, koordinasi harus lebih ditekankan. Daerah daerah yang melaksanakan PJJ tapi internet masih kadang-kadang, harus segera dilakukan pembenahan. 

Hal lain yang dikeluhkan selama PJJ adalah beban muatan materi yang terlalu berat.  Materi kurikulum yang seharusnya untuk kondisi tatap muka, tak mungkin dipaksakan dalam kondisi darurat pembelajaran daring.  Harus ada kurikulum khusus atau perampingan materi kurikulum yang ada hingga beban muatan tak terlalu membebani para siswa. 

Belum terdengar ada upaya untuk hal ini. Padahal waktu pembelajaran baru akan segera dimulai di minggu ketiga bulan Juli ini. Jangan sampai guru dibikin bingung antara menyelesaikan beban kurikulum dengan menyederhanakan materi dengan kondisi darurat saat ini. Mas Menteri sering mengatakan bahwa guru boleh merumuskan materi esensial, tapi orang orang dinas kadang ngeyel dengan materi yang ada di kurikulum. Akhirnya, guru yang disalahkan dari semua sudut. 

Persoalan yang lebih krusial adalah nasib anak anak yang kurang mampu.  Jika hanya tak punya pulsa, dana BOS dapat dipakai, walaupun di banyak sekolah beljm dilakukan juga dengan alasan aturan pelaporan belum jelas sehingga takut terkena pasal pidana di kemudian hari. Akhirnya, meski harus dipaksakan oleh orang tua, persoalan pulsa sudah dapat sedikit tertangani oleh mereka sendiri karena birokrasi tak pernah mau bergerak cepat. 

Anak anak kurang mampu di Jakarta saja banyak. Orangtua di PHK sehingga tak ada pemasukan. Kadang HP yang dipunyai pun melayang.  Apalagi jika orang tuanya memang sudah menganggur dari sebelum pandemi ini. Mereka tidak memiliki alat komunikasi nya. Padahal, tak mungkin melakukan PJJ jika tak ada minimal HP. 

Sekolah juga tak mungkin membelikan mereka HP, membelikan pulsa saja ribet.  Mereka benar-benar tak belajar selama PJJ. Jumlahnya tak banyak. Tapi, hampir ada satu orang di setiap satu kelasnya. 

Jika mereka tak punya HP dan tak pernah mengerjakan tugas dari guru selama PJJ, maka kemungkinan mereka akan tinggal kelas.  Adilkah jika hal ini terjadi? 

Sekolah seharusnya mampu menangani persoalan ini.  Anak-anak yang demikian bisa di belajar kan secara luring. Mereka datang ke sekolah untuk mengambil tugas tugas mereka. Dan kemudian, ke sekolah lagi untuk menyerahkan tugas tugas yang sudah diselesaikan. 

Selama tiga bulan ini, anak anak kurang mampu belum terlayani dengan baik. Belum terdengar ada sekolah yang melakukan pelayanan luring, di samping pelayanan daring. 

Semoga untuk satu semester ke depan, ketika PJJ masih harus dilakukan, program layanan ini juga diwajibkan kepada semua sekolah. Jangan biarkan mereka tertinggal karena kemiskinan mereka. 

Semoga pandemi segera berakhir. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun