"Kamu harus membuang buku itu, " kata temannya memberi saran.Â
"Harus? " tanya Fitri tak yakin.Â
"Ya, sebetulnya terserah lu sih. Tapi menurutku itu merupakan jalan satu satunya.Â
Fitri ingin mengikuti saran temennya itu. Persoalannya dalam buku itu tersimpan kenangan yang tak ingin dibuang. Â Ada kenangan kenangan indah yang sering membuatnya menjadi hidup Fitri semakin mengembang.Â
"Pasti belum kamu buang? " protes temannya ketika bertemu lagi.Â
"Kok tahu? "
"Wajahmu belum bisa kembali seperti dulu. Masih ada beban berat yang menggantung di sorot matamu. Dan kamu harus tahu, laki-laki tak suka sorot mata seperti itu.Â
Fitri sudah nyaris melewati angka 31 perjalanan bernafasnya fitri dunia fana ini. Â Angka 31 merupakan angka penuh kekhawatiran bagi perempuan normal yang seharusnya sudah memiliki suami dan momongan.Â
Dan Fitri masih juga sendiri.Â
"Toh jodoh yang ngatur Tuhan kan, Bu? " protes Fitri kepada ibunya yang terus mendesak agar Fitri cepat menikah.Â
"Terus Tuhan datang padamu membawa calon mempelai? Kamu harus berusaha, Fit. Â Tanpa usaha, tak akan datang tuh jodoh. Lupakan kenangan mu itu. "
Kalau dihitung hitung, hampir semua orang dekat Fitri memang menyarankan Fitri untuk membuang kenangan, mengubur kenangan, melupakan kenangan, pokoknya seperti itulah.Â
Dan mereka menganggap Fitri terlalu jauh terbawa kenangan itu sehingga dari sorot mata saja orang sudah dapat merasakan aura tak baik. Lemah. Dan tertinggal.Â
"Akhirnya, aku memang harus membuang buku kenangan ini, " kata Fitri dalam hati setelah memutuskan dengan sangat bulat bahwa langkah pertama yang harus dilakukannya adalah membuang buku kenangan yang sudah lama disimpan di tempat paling rahasia.Â
"Sudah kubuang, " kata Fitri saat bertemu temannya kembali.Â
"Langkah kedua dan ini yang terpenting. Kamu harus membuang kenangan yang ada di matamu itu, " saran temannya lagi.Â
Ini yang belum bisa dilakukan Fitri. Setiap kali hendak membuang kenangan yang selama ini tertinggal di sorot matanya, sorot mata itu ikut terbuang. Sorot mata Fitri menjadi semakin penuh luka.Â
Itulah sebabnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H