Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah-kisah tentang Iblis

20 April 2020   12:50 Diperbarui: 20 April 2020   13:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah ini sebetulnya dilarang untuk diceritakan kepada siapa pun. Juga tidak kepada kamu. Tapi, entah kenapa, keinginan untuk melanggar larangan itu semakin hari semakin membukit saja.  Dan akhirnya, aku tak mungkin lagi membendung nya. 

Kisah ini bukan kisah sembarangan. Kisah ini sudah disimpan dan tersimpan rapi di sebuah kitab turun temurun yang sangat langka.  Menurut kakekku, kitab kisah kisah tentang Iblis ini hanya ditulis dalam tiga buku.  Tidak dicetak tapi ditulis tangan. 

Dan salah satu dari tiga buku itu ada di garis keturunan yang sekarang sampai ke aku.  Kata kakek, kakek sendiri merupakan keturunan ke 121 dari si penulis buku.  Berarti, aku keturunan ke 122. Kok bisa? Karena ayahku tak sempat terlewati. Ayahku meninggal lebih dulu dari kakek. 

"Jangan dikisahkan, ya? "pesan kakek. 

Sebagai cucu yang baik, sampai sekarang aku tak pernah menceritakan kisah kisah Iblis itu.  Aku tetap menjaga kerahasiaannya. Sampai kemudian istriku menemukan buku itu. 

" Ini buku apa? " tanya istriku waktu pertama kali menemukan buku yang terlihat bagus walaupun agak buram huruf hurufnya. 

"Buku biasa, " jawabku yang sudah pasti tak akan memuaskannya. 

Tapi biarlah. Kalau aku jelaskan, aku malah melanggar dua hal. Pertama, melanggar sumpah ku pada kakek. Kedua, melanggar sumpah pewaris dari berpuluh-puluh generasi sebelumnya. 

"Penasaran. Buku apa sih yang kemarin, aku temukan? " tanya istriku menjelang kami melakukan ritual malam jum'atan. 

Aku hanya diam. Walaupun sedikit kesal. 

Entah kenapa, tak ada petir dan tak ada badai. Istriku tahu tahu menghilang. Entah ke mana.  Semua saudara saudara nya, baik yang sekota atau yang di luar kota sudah ditanya tentang keberadaan istriku, tapi hasilnya nol. Tak pernah istriku mengunjungi mereka. 

Agak patah hati juga. Bagaimana mungkin aku bisa mewariskan buku kisah kisah Iblis ini jika aku tak punya anak?  Bagaimana bisa punya anak, jika istri hilang begitu saja? 

Oleh karena itu, aku hendak menceritakan kisah kisah Iblis ini kepadamu. Iya, kepadamu. Kamuuuuu. 

Jika aku kisahkan ini kepadamu, mungkin aku melanggar sumpah, tapi di sisi lain, aku dapat menjaga kisah kisah ini agar tak hilang ditelan bumi. 

Iblis itu bukan makhluk jahat. Itu tertera jelas dalam buku kisah kisah Iblis. Jadi kalian jangan percaya jika dikatakan bahwa Iblis adalah makhluk jahat dan seram.  Punya taring dan tanduk segala. 

Iblis itu makhluk ganteng. Senyumnya menawan.  Dan tutur katanya sangat sopan. Sopan sekali.  Bukan makhluk suka ngata ngatain. Sama sekali bukan. Kalau dibilang Iblis selalu menggunakan kata kata kotor, sudah pasti itu cerita bohong. 

Iblis tak berumah di tempat tempat kotor. Salah banget itu. Iblis memiliki rumah yang wangi. Rumah yang rapi. Rumah yang selalu dipel bahkan setiap jam sekali. 

Jadi jangan takut Iblis di pinggir kali. Iblis bermukim di tempat yang wah. Yang, bahkan paling wah di seluruh negeri. 

Maaf, perasaan ku gak enak. Kapan kapan aku cerita kan lebih detil ya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun