MUI sudah jelas jelas melarang pelaksanaan solat jumat di daerah yang terdampak wabah korona. Â Jangankan solat jumat, solat wajib pun diharapkan untuk dilaksanakan berjamaah di rumah bersama keluarga. Â
Tapi dasar otak ompong, imbauan MUI yang sudah jelas jelas mumpuni dalam bidang agama masih juga diragukan. Â Kalau orang yang meragukan ilmunya sebanding dengan ilmu yang dimiliki para ulama yang duduk di MUI, maka bisa dianggap sebagai khilafiyah. Â Dan dalam Islam, perbedaan sering dianggap sebagai rahmat bukan sesuatu yang harus diributkan.Â
Persoalannya, yang meragukan imbauan MUI tersebut cuma mantan preman. Â Sebetulnya, bagus kalau ada preman yang bertaubat. Tapi jika si preman pensiun tersebut mendadak merasa ilmunya sudah sebanding bahkan melebihi ulama yang rata rata sudah menimba ilmu sejak masih balita, maka hal demikian menjadi sangat menggelikan.Â
Anehnya, preman pensiun ini kemudian memiliki banyak pengikut. Terus, mereka teriak teriak, "Tak boleh ada yang ditakuti oleh orang beriman kecuali Allah. Suruh korona ke sini, ke masjid. Pasti mampuss tuh korona oleh doa doa kita orang soleh. "
Akhirnya, ustad yang seringkali menjadi imam masjid dan tahu betul kapabilitas MUI dan dongoknya orang orang yang memaksa masjid tetap mengadakan solat jumat, itu kewalahan. Lurah juga kewalahan. Apalagi lurah yang langsung dibilang munafik dan kafir hanya karena berupaya menjalankan kebijaksanaan negara dan juga imbauan MUI. Â Pak Camat juga sudah tak dihiraukan.Â
Akhirnya, ada ide dari si Ujang. Â Tak banyak orang yang tahu si Ujang ini. Memang dia jarang jamaah. Ujang datang ke masjid tempat solat jumat dipaksa diadakan.Â
"Assalamu'alaikum, " kata Si Ujang kepada sebut saja namanya Dogol. Â Preman pensiun yang maksa adanya jum'atan.Â
"Waalaikumsalam, " jawab Dogol.Â
"Alhamdulillah, Pak. Saya sudah muter miter daerah sini, tak ada satu masjid pun yang mengadakan solat jumat. Â Untung di sini ada., " kata Ujang.Â