Iya. Tak ada jalan lain. Mundur berarti kalah. Kalah berarti hilang harga diri. Hilang harga diri berarti hilang kemanusiaan kita. Masih bisa hidupkah kita setelah kehilangan kemanusiaan?
Aku ingat perjuangan Jabal Bin Toriq ketika dengan jumlah pasukan yang sedikit menghadapi jumlah pasukan musuh yang jumlah berartus kali lipat. Sebagai panglima, dia tahu kejiwaan pasukannya. Â Sang Panglima pun menyuruh pasukannya untuk membakar semua kapal yang telah mengantarkan mereka ke negeri Spanyol.Â
Kemudian, Sang Panglima berpidato. "Di depan kalian, mengadang ribuan pasukan musuh. Di belakang kalian hanya ada lautan membentang. Â Kalian pasti tak akan bisa kabur. Â Kalian akan mati. Hanya saja kalian punya pilihan, apakah menjadi mati syahid menghadapi musuh atau mati sia sia ketika kalian lari dari pertempuran ini".
Akhirnya, dengan semangat tanpa takut mati, mereka langsung menghajar tentara musuh yang kemudian kaget melihat semangat pasukan Sang Panglima. Â Dan kemenangan diperoleh.Â
Dan aku. Aku juga hendak melakukan pertempuran penghabisan. Â Tak ada lagi kata mundur.Â
"Kamu yakin?" tanya Yulia. Teman satu kantor tempat curhat ku.Â
"Kenapa takut? "
"Bukan takut, tapi apa senekad ini? "
Sudah sebulan membuntuti suamiku. Â Sepulang kantor, dia tak pernah langsung pulang ke rumah. Macet gak macet selalu saja tengah malam baru sampai di rumah.Â
Akhirnya, aku putuskan untuk mengikuti dia. Â Dan sekarang, dia berada di sebuah rumah. Â Aku dengar, itu rumah janda. Usia nya lebih muda dariku.Â
Itulah yang membuat ku nekad. Aku tadinya hanya ingin datang sendiri. Tapi, Yulia memaksa ikut. Katanya, dia takut aku melakukan perbuatan tanpa berpikir panjang.Â