Tak terasa, kewajiban itu kita limpahkan sepenuh penuhnya kepada guru. Â Kita hanya menunggu hasilnya. Jika baik, kita bersyukur, jika gagal kita meradang.Â
Hari hari ini kita seakan disadarkan. Kita telah menempuh jalan yang salah. Kita terlalu sedikit berbuat untuk anak-anak kita.Â
Tapi, apa yang kita rasakan? Kita justru terbebani dengan tugas yang sebetulnya tugas kita sendiri. Â Tugas yang sekian lama kita lupakan. Â
Anak-anak itu adalah anak-anak kita. Buah hati kita. Â Masa depan kita. Â Kita harus memupuk. Kita harus menyiangi gulma gulma yang mengganggu perjalanan langkah langkah mereka.Â
Pernahkah kita menemani mereka ketika mereka sedang mengerjakan pekerjaan rumah mereka? Pernah kah kita membuatkan mereka nasi goreng yang kemudian dimakan sambil tertawa dengan celoteh celoteh lucu mereka? Â Atau, jangan jangan sudah terlalu lama kita melupakan semua momen seperti itu?Â
Ayo, ayah dan bunda, kita peluk erat erat buah hati kita itu. Â Kita temani mereka mengerjakan PR PR mereka. Â Kita gelitikin mereka agar suara tawanya menggema. Â Kita punya keluarga loh.Â
Hari hari ini mereka ada di rumah. Â Hari hari ini, ayah dan bunda juga ada di rumah. Â Tak bisa ke mana mana. Â Terkurung dalam kebersamaan. Â Momen yang mungkin sulit terjadi di hari hari normal.Â
Pergunakan kehadiran mereka sebagai penyadaran diri. Â Kita juga harus mendidik mereka. Bahkan mendidik adalah tugas utama kita sebagai orang tua. Guru hanya orang tua kedua. Â Sekali lagi, guru hanyalah orang tua kedua. Kenapa mengandalkan kedua jika yang pertama masih ada?Â
Lama tak ngobrol dengan mereka karena waktu kalian yang begitu mahal. Â Kini, Tuhan memberikan waktu itu begitu berlimpah, kenapa masih belum menyadari?Â
Kuntum kuntum bunga itu mulai bermekaran. Dan kita harus menjaganya agar tetap sehat dan aman. Jangan sampai layu sebelum waktunya. Dan kitalah yang diberikan amanah menjaga nya.Â
Semua ada hikmahnya. Â Dan Tuhan sedang bicara tentang anak anak yang kemarin hilang dari benak kita. Mereka dikembalikan untuk disayang sepenuh hati.Â