Berita tak pernah ada sendirian. Maka dari itu, kita harus tahu apa dan siapa yang ada di balik berita. Karena berita bukan hanya sejumlah huruf yang dirangkai menjadi kata.Â
Orang bodoh akan mempercayai berita. Apalagi berita di koran utama. Seolah-olah tak ada berita di balik berita.Â
Berita toh terlalu banyak daripada beberapa halaman surat kabar yang bisa terbit setiap hari nya. Sehingga setiap berita harus disaring dulu, mana yang layak muat.Â
Saringan itulah yang kadang jadi persoalan. Kalau saringan ideologi sih wajar. Karena itu sebuah cita-cita. Tapi jika saringannya terbuat dari napsu belaka demi keuntungan finansial? Wah, bisa celaka si prmbaca berita.Â
Oleh karena itulah, saya sebagai guru sering mengajar kan kepada para siswa untuk menjadi pembaca kritis.Â
Pembaca yang bukan sekadar mengejar kata kata, tapi pembaca yang mampu melihat setiap berita dari banyak sisinya. Â Menjadi pembaca yang sadar bahwa setiap surat kabar selalu ada yang punya.Â
Itu, baru berita di koran koran yang selama ini selalu bertanggungjawab dan memegang etika. Bagaimana dengan berita yang daring? Berita yang tak pernah ada penyrleksinya?Â
Sebagai pembawa yang kian sering bertemu dengan berita ala kadarnya di medsos. Â Otak kitalah penjaga dari kemungkinan kerugian karena memakan bangkai berupa berita hoaks.Â
Bersikap kritislah yang harus dilakukan. Walaupun sikap kritis ini tak tumbuh begitu saja, tapi jika kita terus melakukan nya, maka sikap itu akan terasah makin tajam.Â
Hanya sikap kritis lah yang akan menyelamatkan kita dari berita bohong penuh fitnah.Â
Mari terus bersikap kritis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H