Diharapkan setiap insan di negeri ini, selalu berdiri di depan dengan pikulan tanggung jawabnya. Â Tidak ada lagi, lempar-lempar tanggung jawa. Â Jangan sampai "Lempar batu sembunyi tangan". Â Sebuah petuah yang sudah kita hafal tapi sulit untuk dijadikan pedoman hidup.
Hal lain yang menjadi konsen Romo Mangun dalam pengembangan pendidikan Humanistiknya adalah mimpinya tentang generasi pasca Indonesia. Â Nasionalisme sempit, sama jeleknya dengan fanatisme sempit. Â Sama seperti sikap keberagamaan yang intoleran. Â Nasionalisme harus dibungkus dalam humanisme universal. Â Artinya, tak ada lagi pengorbanan kemanusiaan demi pembangunan. Â Peminggiran mereka yang miskin demi pembangunan merupakan contoh nasionalisme sempit. Â Nasionalisme yang mengangkangi kemanusiaan.
Perjuangan dan sikap Romo Mangun yang begitu gigih membela orang-orang kalah di era Suharto, bisa jadi merupakan aplikasi dari humanismenya yang hendak ditumbuhkan dalam dunia pendidikan. Â Dalam novel-novelnya, memang terlihat sekali impian Romo Mangun tentang Manusia Pasca Indonesia ini.
Romo mangun tidak menginginkan pendidikan membuat peserta didik menjadi orang yang sempit pemikiran. Â Romo Mangun menginginkan pendidikan mampu membangkitkan sikap humanistik peserta didiknya tak terkurung dalam dunia sempit. Â Bahkan dunia bernama Indonesia. Â karena Indonesia memang dilahirkan untuk melindungi segenap rakyat Indonesia, bukan untuk menjadikan mereka korban-korban atas nama pembangunan.
Pendidikan humanistik yang bagaimana lagi?
Romo Mangun mengingin kan pendidikan yang mampu membangun kemampuan berpikir kreatif, kemampuan untuk selalu bersikap terbuka dan toleran, serta kesediaan untuk dialog. Â Berpikir kreatif merupakan puncak dari kemampuan berpikir setiap manusia. Â Berpikir kreatif akan lahir setelah seseorang bisa berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kreatif akan melahirkan sikap toleran. Â Dan sikap toleran, sudah pasti akan mampu membangun kemampuan-kemampuan dialogis peserta didik. Â Sikap paling benar dan mau benarnya sendiri, tak akan muncul jika pendidikan mampu menumbuhkembangkan sikap kreatif peserta didik. Â Dan sikap demikian yang dibutuhkan dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik untuk semua. Â Tak ada lagi sikkap mau menang-menangan. Â Dan tak ada lagi sikap hanya mementingkan kelompoknya.
Dalam sebuah negara, yang ada adalah mereka sebagai warga. Â Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Â Bukan atau tidak perlu menggunakan terminologi agama seperti "umat". Â Karena kita memang sudah menjadi satu yaitu Indonesia. Â Dalam sebuah kebersamaan dan persamaan kedudukan di muka hukum.
Rasanya, penziarahanku terhadap pemikiran humanistik Romo Mangun sudah lumayan menggugah spirit untuk kembali menjadi guru untuk anak-anak yang akan memiliki sikap-sikap yang diimpikan Romo Mangun.
Semoga sebagai guru dapat meneruskan apa yang sudah dirintis oleh Romo Mangun. Â Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H