Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengucap "Selamat Waisak", Tidak Jadi Kafir

18 Mei 2019   16:33 Diperbarui: 18 Mei 2019   16:40 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegairahan beragama baik.  Sangat baik.  Asal dengan Koridor yang jelas.  Jangan sampai kegairahan beragama justru menimbulkan ketidakselarssan hidup bersama. 

Mengucapkan selamat kepada pemeluk agama lain harusnya menjadi hal wajar ketika hidup kita di sebuah negeri yang majemuk.  Pe meluk agama Islam mengucap selamat Natal menjadi wajar.   Orang Kristen mengucap selamat hari Waisak kepada umat Budha juga sangat lumrah. 

Ucapan selamat hanyalah sebuah ekspresi penghormatan kepada yang lain yang kebetulan ada di sekitar kita yang juga adalah kita.   Saling menghormati sekaligus saling menyayangi. 

Islam di NTT jelas minoritas.  Seperti orang Kristen di Bali.  Maka,  upaya pembangkitan rasa mayoritas dan minoritas harus dihilangkan.   Kita sesama warga negara.   Sehingga, pada saat bernegara, diksi yang kita pergunakan bukan lagi umat tetapi warga. 

Besok, pada hari Minggu akan diadakan peringatan Waisak di Borobudur.   Sudah selayaknya, umat lain mengucap ucapan selamat kepada umat Budha sebagai sesama warga negri yang kita cintai ini. 

Kita hidup dalam keberagaman.  Tak bisa dipungkiri.  Maka,  saling menghormati harus menjadi aspek kehidupan kita. 

Selama ini,  keberagaman sering sekali rentan menjadi hitungan angka.  Jumlah umat menjadi kebanggaan.   Sehingga terkadang masih ada upaya memengaruhi pemeluk agama lain untuk pindah ke agama nya. 

Jika orang beragama lain masuk agama kita, terus kita bersorak.   Ketika ada orang agama kita berpindah ke agama lain, terus kita UTing uringan.  Seolah olah agama adalah angka.  Sebaiknya diakhiri.   Mari kita tingkatkan kualitas beragama masing-masing tanpa harus melakukan sikap mendua. 

Baru baru ini terbaca berita penolakan warga terhadap kehadiran tempat ibadah agama Hindu di Bekasi.   Kenapa tidak kita persilakan?   Sehingga umat Islam atau Kristen juga akan diterima dengan baik jika ingin mendirikan tempat ibadah di Bali? 

Ya,  mari kita jaga kebersamaan hidup kita.  Selamat Memperingati Hari Waisak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun