Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sarapan untuk Prestasi Anak

13 Agustus 2018   11:43 Diperbarui: 13 Agustus 2018   11:56 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari manado.tribunnews.com/2

Semua orang tua pasti berharap anak-anaknya berprestasi. Bahkan setiap orang tua juga berharap sekali agar anaknya lebih berprestasi dari prestasi yang sudah diraihnya. Anggaplah, orang tua mampu menjadi juara 5 di kelasnya saat SD, maka mereka akan menginginkan anaknya agar bisa mendapat peringkat 4,3,2, bahkan mampu menjadi yang terbaik di kelasnya sebagai peringkat 1.  

Kalau orang tua mampu menempuh di perguruan tinggi hingga sarjana strata 1, maka mereka sangat berharap agar anaknya mampu menempuh di perguruan tinggi hingga strata 2, bahkan strata 3. 

Jika orang tua hanya mampu bersekolah di sekolah biasa, maka orang tua sangat menginginkan anak-anaknya bersekolah di sekolah yang lebih hebat lagi. Akan tetapi, kemauan orang tua itu sering tidak diiringi oleh sikap atau tindakan agar anak-anaknya bisa berprestasi lebih.

Masih banyak orang tua yang sudah berhenti hanya pada sebuah keinginan. Lalu, tak ada tindakan nyata. Malah, untuk sebagian orang tua yang hidup dalam himpitan ekonomi, lebih sering melalaikan keharusannya untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya agar mereka menjadi lebih baik.

Dalam hal ini, sarapan.

Sebagai seorang guru, saya lebih sering merasa prihatin terhadap kondisi peserta didik saya yang memang lebih banyak masih berada di ekonomi kelas bawah. Mereka tak membawa bekal. Mereka juga belum sarapan sejak dari rumah. 

Di Jakarta, jam masuk sekolah sudah dimulai pada pukul 06.30. Ketika jam 06.30 sudah harus berada di sekolah, dan di jalanan sudah pasti terhadang kemacetan yang lumayan setiap harinya, maka mereka sudah harus berangkat dari rumah pada jam subuh. Bahkan ada yang sudah berangkat sebelum solat subuh.

Ketika di kelas anak-anak lesu atau bahkan mengantuk, maka terkadang iseng dilemparkan pertanyaan tentang sarapan. "Sudah sarapan?" dan jawabannya selalu gelengan kepala. Alasannya lebih sering karena tidak sempat dan terburu-buru agar tidak terlambat ke sekolah.

Mereka lebih sering diberi uang jajan agar bisa jajan di sekolah.

Sepertinya sebuah solusi yang bagus. Api, namanya juga anak-anak, maka uang jajan kemudian dibelikan barang-barang yang enak tapi tak bergizi. Mereka lebih mementingkan rasa.  Bisa dimaklumi karena memang mereka anak-anak.

Dan selalu saja, prestasi anak-anak itu tak bisa lebih baik. Mereka hanya bisa memperoleh nilai pas-pasan. Mereka akhirnya juga hanya bisa melanjutkan sekolah yang biasa juga. Harapan untuk bersekolah lebih baik yang selama ini diharapkan oleh orang tua hanya sebuah harapan belaka.

Masih banyak orang tua yang belum sadar nutrisi. Ah, ini sih terlalu jauh. Orang tua yang bisa memberikan sarapan karena sarapan sangat penting untuk kesehatan dan prestasi saja masih belum banyak.

Mari terus kampanyekan sadar nutrisi kepada orang tua. Untuk apa? Untuk generasi bangsa yang lebih baik. Untuk generasi yang mampu membawa bangsa ini ke arah lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun