Terkadang membingungkan juga. Â Mei 1998 itu sebuah tragedi atau sebuah komedi? Â Bisa disebut tragedi, karena pada Mei 1998 memang banyak yang menderita, terutam mereka yang lahir sebagai etnis China. Â Tanpa tahu kenapa dan mengapanya, tahu-tahu menjadi korban begitu saja dari sebuah permainan politik tingkat tinggi.
Ah, cuma komedi.
Bisa juga. Â Karena lucu banget. Â Masa iya, sebuah tragedi yang begitu memedihkan tapi hingga kini pelakunya tak pernah terungkap. Â Atau jangan-jangn, pelakukan malah dipuja-puji saat ini? Â Kalau pelaku kejahatan paling menghinakan kemanusiaan terus dipuji-puji setinggi langit sebagai seorang pahlawan, jelas ini memang sebuah komedi. Â Lucu banget. Â Tapi, sekaligus juga gak lucu banget. Â Garing, gitulah!
Penghuni negeri ini harus belajar sejarah. Â Iya, betul.
Namun, sejarah yang benar-benar sejarah. Â Bukan sejarah yang sudah dibelokkan demi kekuasaan. Â Sejarah yang objektif jujur. Â Ya..... tak ada sejarah yang jujur. Â Sejarah selalu dityulis oleh para pemenangnya. Â Dan sejarah menjadi sejarah para pemenang. Â Mereka yang kalah akan menjadi nokta hitam sejarah. Â Mereka akan dikutuk dalam sejarah.
Siapa pemenang yang bisa menulis sejarah berdasar perspektifnya?
Mereka yang punya modal. Â Mereka yang bisa menundukkan apa pun dengan modalnya. Â Yang bisa membeli kekuatan. Â Yang bisa membeli nurani. Â Dan nurani hanya untuk dikangkangi, bahkan diberaki.
Dan pelaku kejahan Mei 1998 adalah mereka yang juga punya modal. Â Mereka yang punya kuasa. Â Maka, saat ini mereka telah menyulap dirinya menjadi pahlawan bahkan digadang-gadang untuk memimpin negeri ini. Â
Tragedi komedi sebuah negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H