Sebut sja laki-laki itu namanya Vanto. Â Karena dia memang laki-laki pendiam dan sangat tidak suka kalau ada yang menyebut-nyebut namanya. Â Segala identitas laki-laki itu menyimpannya dengan sangat rapi. Â Tak ada yang tahu.
Orang-orang menyebutnya laki-laki. Â Bahkan kadang ditambahi perkasa. Â Otot di lengannya memang menunjukkan itu. Â Tegap. Â Tidak seperti laki-laki biasa.
Vanto, atau memang lebih gampang menyebutnya sebagai laki-laki itu saja, karena Vanto juga belum tentu nama sebenarnya. Â Vanto itu hanya panggilan dari teman-temannya yang bingung mau memanggil siapa kepada laki-laki yang hidup sendirian di kamar kostnya itu.
Vanto akhir akhir ini selalu atau lebih sering duduk sendiri di lantai dua rumah yang salah satu penghuninya dia. Â Di lantai dua memang ada teras yang tak tertutup apa-apa karena ditanami aneka bunga oleh pemilik kost. Â Lama sekali laki-laki itu duduk di teras itu. Â Berjam-jam. Â Kadang-kadang laki-laki itu baru masuk ke kamarnya justru pada saat spiker musola mengumandangkan suara azan. Â Jadi, semalaman laki laki itu berada di atas.
Teman-teman satu rumah kosan tak ada yang peduli. Â Selagi laki-laki itu memiliki nafas, tak ada yang mau mempedulikan tabiat barunya berlama-lama di lantai atas. Â Apalagi laki-laki itu memang tidak membahayakan.
Laki-laki biasa.
Ngapain di atas? Â Hanya ibu kos yang sering pura-pura menyiram atau memotong daun kering bunga di lantai atas yang sambil memperhatikan laki-laki berbadan tegap itu. Â Ternyata, laki-laki itu memandangi bulan. Â Kadang malah lama sekali tak berkedip. Â Di luar manusia normal. Â Kadang sambil tersenyum. Â Kadang hanya memandang lurus begitu saja.
Antara aneh dan tak aneh. Â Memandang bulan bukanlah hal aneh. Â Tapi kalau ada laki-laki yang kelamaan memandang bulan, pasti aneh lah. Â Tapi aneh juga, ya? Jangan-jangan dia memang bukan laki-laki.
Setelah lima tahun tak ketemu, tak sengaja ibu kos berjumpa perempuan ayu di sebuah mall. Â Perempuan itu menyapanya dengan ramah. Â Seperti orang yang sudah knal lama. Â Dan ibu kos juga ada rasa pernah mengenal perempuan itu.
Siapa ya? tanya ibu kos dalam hati.
"Aku laki-laki yang dulu sering memandang bulan, Bu. Â Aku mencintai bulan."
Apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H