Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-laki Itu Menyukai Bulan

20 Desember 2017   17:09 Diperbarui: 20 Desember 2017   17:18 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebut sja laki-laki itu namanya Vanto.  Karena dia memang laki-laki pendiam dan sangat tidak suka kalau ada yang menyebut-nyebut namanya.  Segala identitas laki-laki itu menyimpannya dengan sangat rapi.  Tak ada yang tahu.

Orang-orang menyebutnya laki-laki.  Bahkan kadang ditambahi perkasa.  Otot di lengannya memang menunjukkan itu.  Tegap.  Tidak seperti laki-laki biasa.

Vanto, atau memang lebih gampang menyebutnya sebagai laki-laki itu saja, karena Vanto juga belum tentu nama sebenarnya.  Vanto itu hanya panggilan dari teman-temannya yang bingung mau memanggil siapa kepada laki-laki yang hidup sendirian di kamar kostnya itu.

Vanto akhir akhir ini selalu atau lebih sering duduk sendiri di lantai dua rumah yang salah satu penghuninya dia.  Di lantai dua memang ada teras yang tak tertutup apa-apa karena ditanami aneka bunga oleh pemilik kost.  Lama sekali laki-laki itu duduk di teras itu.  Berjam-jam.  Kadang-kadang laki-laki itu baru masuk ke kamarnya justru pada saat spiker musola mengumandangkan suara azan.  Jadi, semalaman laki laki itu berada di atas.

Teman-teman satu rumah kosan tak ada yang peduli.  Selagi laki-laki itu memiliki nafas, tak ada yang mau mempedulikan tabiat barunya berlama-lama di lantai atas.  Apalagi laki-laki itu memang tidak membahayakan.

Laki-laki biasa.

Ngapain di atas?  Hanya ibu kos yang sering pura-pura menyiram atau memotong daun kering bunga di lantai atas yang sambil memperhatikan laki-laki berbadan tegap itu.  Ternyata, laki-laki itu memandangi bulan.  Kadang malah lama sekali tak berkedip.  Di luar manusia normal.  Kadang sambil tersenyum.  Kadang hanya memandang lurus begitu saja.

Antara aneh dan tak aneh.  Memandang bulan bukanlah hal aneh.  Tapi kalau ada laki-laki yang kelamaan memandang bulan, pasti aneh lah.  Tapi aneh juga, ya? Jangan-jangan dia memang bukan laki-laki.

Setelah lima tahun tak ketemu, tak sengaja ibu kos berjumpa perempuan ayu di sebuah mall.  Perempuan itu menyapanya dengan ramah.  Seperti orang yang sudah knal lama.  Dan ibu kos juga ada rasa pernah mengenal perempuan itu.

Siapa ya? tanya ibu kos dalam hati.

"Aku laki-laki yang dulu sering memandang bulan, Bu.  Aku mencintai bulan."

Apa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun