Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

3 Hati dalam Gelas (25)

11 April 2016   14:09 Diperbarui: 11 April 2016   14:17 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doa adalah perbuatan orang-orang bodoh.  Orang yang terlalu ringkih menghadapi cobaan. Orang cengeng yang bingung menghadapi kenyataan.

Tapi biarlah.

Diah menengadahkan hati.  Memejamkan mata.  Mencoba menyapa pada Yang Kuasa.  Ya, Diah lebih suka dengan menyapa kepada-Nya daripada berdoa.  Tuhan pasti tahu apa yang terbaik bagi kita.  Tak usah kita meminta, Dia pasti akan memberikan yang terbaik.  Doa hanya tampak pada sikap congkak kita karena hendak mengatur Tuhan.

"Tuhan, aku tahu, apa pun yang Engkau berikan adalah jalan terbaik," lirih Diah.

Malam memang semakin larut.  Kota kecil semakin terkesan tak ada lagi kehidupan.  Memang masih ada yang suka nongkrong di ujung jalan.  Di warung kopi.  Ngobrolin banyak hal.  Dari rupiah yang naik turun.  Hingga anggota DPRD yang ditangkapin sama KPK.  Pokoknya, semua menu ada di warung kopi.

Kalau di zaman orde baru obrolan politik tabu, saat ini obrolan politik adalah menu utama di setiap perjumpaan di warung kopi.  Dan obrolan itu selalu hangat.

"Ibu terlalu banyak dosa, Nduk," nafas ibu semakin terasa berat.

Ada batuk yang tertahan.  Batuk itu sudah ada sejak Diah kecil.  Diah sering mendengarnya.  Bahkan pernah juga dahaknya berwarna merah.  Diah tahu tapi Diah hanya bisa diam.

Diah tak tahu dosa apa yang telah diperbuat ibu.  Akan tetapi, dosa itu jelas sekali membebani hidup ibu begitu lama.  Seusia gurat di wajah ibu yang katanya akibat terjatuh.  Gurat itu tampak tidak wajar.  Diah pernah menanyakannya pada ibu tapi malah menyuruh Diah cepat menghabiskan sisa makan dan segera pergi ke sekolah.

"Sudah lama ibu ingin bicara berdua denganmu.  Tapi keburu kamu pergi dan sekarang baru mau kembali," seakan ada penyesalan yang begitu dalam.

Seseorang memang selalu terbebani sejarah.  Sejarah yang selalu tak lurus.  Sejarah yang selalu berkelok dan berkelok.  Namun, kelokan-kelokan itu yang membuat sejarah terkadang menggembirakan, menegangkan, bahkan mengkhawatirkan.  Sejarah yang terkadang hanya bisa disimpan untuk dikenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun