Matahari pagi memang benar-benar indah.Â
***
Ibu belum juga memberitahu hal itu. Â Padahal sudah bertahun-tahun Diah menyimpan berita itu dengan rapi dalam hati. Â Diah tak ingin menanyakannya kepada ibu. Â Diah ingin ibu yang menyampaikannya sendiri. Â Entah kapan ibu mau menyampaikannya. Â Namun Diah tetap mencoba untuk bersabar.
Diah sendiri mendengar berita yang sebetulnya sangat mustahil dari Yu Karti. Â Yu Karti sahabat baik ibu. Â Seingat Diah, sejak Diah mulai memiliki ingatan, Yu Karti sudah menjadi sahabat ibunya.
Tidak mungkin Yu Karti hanya ingin memfitnah ibu. Â Tak mungkin.
Sekeras-sekeras hati Diah, tetap saja dia meradang. Â Bertahun-tahun Diah tak mau pulang juga karena hal ini. Â Karena ibu belum juga mau menyampaikan kebenarannya. Â Padahal berita ini sangat penting bagi Diah. Â Sebuah akar kehidupannya. Â Sebuah titik mula. Â Sebuah keberangkatan.
Titik keberangkatan yang salah akan berakibat pada akhir yang tak benar. Â Walaupun tidak selalu seperti itu. Â Kadang ada juga penyimpangan. Â Hanya saja, sebagai manusia biasa, hukum umumlah yang harus dipegang erat-erat untuk menapaki setiap langfkah kehidupan. Â Tanpa itu, mungkin saja akan tersesat.
Suatu sore. Â Saat Diah sedang ingin berkunjung ke rumah Yu Karti. Â Dan kebetulan Yu Karti ada di rumah. Â Sendiri. Â Suaminya sedang pergi. Â Dan memang lebih sering seperti itu. Â Kata beberapa orang, suami Yu Karti malah sudah kawin lagi. Â Entah.
Yu Karti tak punya anak. Â Benar. Â Kalau sebab dari hal itu ditimpakan kepada Yu Karti juga sebetulnya tak adil. Â Kalau mereka berdua tak punya anak, bisa aja yang mandul suaminya. Â Tapi dunia memang sudah dari sononya miring. Â Jadi, perempuanlah yang harus selalu menjadi korban. Â Dunia sering dianggap sebagai milik para lelaki, sedang perempuan hanya berhak mendampinginya.
(Bersambung)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H