Hampir saja Diah terperana melihat sosok yang ada di depannya. Â Orang yang berdiri tak jauh dari batu kuda itu memang sangat mirip dengan Dodo. Â Dan Diah ingat sekali kalau Dodo sering ke tempat batu kuda. Â Sebetulnya batu biasa. Â Tak ada tanda-tanda batu itu mirip kuda. Â Hanya Diah dan Dodo yang menyebutnya batu kuda. Â Karena tak jarang mereka berdua duduk di atas batu itu sambil membayangkan sedang mengendarai seekor kuda.
"Ada apa, Bu?" tanya orang yang dari tadi terlihat duduk menghadap ke arah timur seakan sedang melahap matahari pagi yang begitu indahnya dilihat dari atas batu kuda.
"Oh, tak apa, saya pikir ..." Diah agak kelabakan juga.
"Pasti ibu menyangka saya sebagai Masa Dodo," katanya dengan senyum khas yang juga hanya dimiliki Dodo.
"Sedang apa, Mas?" tanya Diah.
"Banyak orang yang salah sangka. Â Dikiranya saya ini Mas Dodo. Â Terutama untuk mereka yang baru pertama melihat saya," kata laki-laki itu sambil membetulkan tustelnya. Â Mungkin laki-laki itu seorang fotografi atau penggemar fotografi.
Diah jadi ingat keinginan untuk membeli tustel DSLR. Â Hanya saja sampai detik ini, uangnya selalu saja raib sebelum sampai ke toko tustel. Â Selain hobi menulis di blog, Diah juga ingin meningkatkan kemampuan fotografinya.
"Saya penggemar fotografi, Bu. Â Saya keponakan Mas Dodo. Â Tidak tinggal di sini. Â Kadang-kadang ke sini untuk sekedar mencari matahari paling indah dari atas batu ini," kata laki-laki itu sambil pamit pergi.
Kini Diah menatap lekat-lekat pada batu itu.
"Ada apa, Bun?" tanya Rara yang masih bingung melihat kelakuan Diah.
"Ah, tidak apa-apa, Ra."