Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HUT RTC] Puisi untuk Vianda

2 Maret 2016   17:21 Diperbarui: 2 Maret 2016   17:33 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Iya.  Tapi, lepasin tangan gue ah, malu!"

Bu Udin pun sambil nyengir melepas genggamannya.  Udah lama.  Lama banget, sejak bapaknya si Udin nyungsep ke akhirat, Bu Udin tak pernah pegang tangan laki-laki.  Dan enak juga rasanya nyengkerem tangan pak satpam.  Kayak dulu waktu nyengkerem tangan bapaknya udin di Monas.

Singkat cerita.  Kepala sekolah menerima ibunya Udin dengan baik.  Lalu, setelah basa basi dikit, kepala sekolah baru nanya maksud kedatangan ibunya Udin ke sekolah.

"Saya lagi sedih Pak Kep,"  kata ibunya Udin memulai ceritanya.  Sebagai bumbu rasa sedihnya, ibunya Udin melapaskan kepergian air matanya di depan kepala sekolah.  Sehingga kepala sekolah semakin terharu walau ibunya Udin baru mulai ceritanya.

"Udin, Pak Kep.  Sudah tiga hari tiga malam tak mau keluar dari kamarnya.  Tak mau makan.  Tak mau minum.  Saya jadi gembira.  Soalnya dia kalau makan terlalu banyak.  Kalau minum juga sukanya yang manis-manis sehingga gula di rumah cepat abis," lanjut ibunya Udin yang semakin bikin haru Pak Kepala sekolah karena baru kali ini ada seorang ibu yang bahagia anaknya tak mau makan dan tak mau minum.

"Tapi ... kalau ibu bahagia Udin tak makan dan tak minum, kenapa ibu ke sini?" tanya Bapak Kepala Sekolah yang rambutnya agak botak karena sering terlalu berempati pada orangtua-orangtua yang datang dengan segudang permasalahan anak-anaknya.

"Saya takut dia mati."

"Ibu sudah gedor pintunya?" tanya kepala sekolah.

"Belum. Mau saya gedor tapi takut pintunya runtuh."

"Emang masalahnya apa?" tanya kepala sekolah sambil mengelap keringat tepat di tengah kepala botaknya.

"Katanya, Udin pengin mengungkapkan perasaannya kepada gadis pujaannya.  Saya ke sini pengin minta kepala sekolah mengirim bala bantuan berupa gadis pujaan Udin sebentar saja.  Setelah itu, biarlah Udin memutuskan apa, kalau dia mau mati juga tak apa-apa, yang penting cita-citanya sudah tercapai.  Saya, sebagai ibunya yang baik hati, takut kalau dia bunuh diri karena cita-citanya tak tercapai, karena dia bisa jadi hantu gentayangan nantinya, Pak Kep."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun