[caption caption="Penganugerahan Hadiah Pemenang FFPI Kompas TV 2015 kepada Sutradara Film "Bubar, Jalan!" (Foto diambil dari Tri Susanto Setiawan, Kompas.com)"]
[/caption]Upacara bendera masih sering dianggap sebagai kegiatan rutin nir makna. Â Kegiatan yang pada sekolah-sekolah tertentu sudah ditinggalkan karena kesan militeristik lebih mengedepan. Â Sikap picik yang sudah selayaknya disingkirkan jauh-jauh.
Fairuz mengangkat upacara sebagai pemaknaan atas kebanggaan akan Indonesia dalam film yang pada akhirnya dihadiahi juara pertama Festival Film Pendek Kompas TV yang tahun ini sudah kedua kalinya sebagai ajang para filmmaker menggelontorkan segala kreativiatasnya. Â Upacara di tangan genial Fairuz ternyata semakin menyadarkan akan sebuah negeri kita ini. Â Bahkan mampu menyindir kita yang sering lupa seperti "Papa" yang suka minta saham itu.
Jalan Fairuz, mahasiswa Fikom ini sejalan dengan peraturan menteri pendidikan nasional yang mewajibkan sekolah untuk melaksanakan upacara setiap hari Senin pagi untukl upacara penaikan bendera dan setiap Jumat petang untuk upacara penurunan bendera sebagai upaya pembentukan karakter cinta tanah air. Â Melalui upacaralah sikap-sikap nasionalisme bisa disemaikan di hati para penerus bangsa ini.
Film "Bubar, Jalan!" bercerita tentang seorang anak yang diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin upacara. Â Anak tersebut bernama Ahong. Â ia anak keturunan China. Â Dari namanya yang mirip Gubernur DKI Jakarta, Ahok, pasti sudah dapat diketahui kalau Sang Tokoh Utama memang warga keturunan. Pemilihan Ahong sebagai tokoh utama film ini menurut saya bukanlah kerja main-main dari Gerry Fairuz sebagai seorang sutradara. Â Ahong pasti sebuah nama untuk menohok kita yang lebih sering merasa pribumi dibanding mereka yang sering disebut warga keturunan. Â Kalau warga keturunan saja memiliki kebanggaan sebagai pemimpin upacara, kenapa kita tidak? Â Kalau Ahong saja bangga dengan Indonesia, kenapa kita malah membangkrutkan negeri ini?
Ahong sebagaimana manusia yang baru mengalami peristiwa pertama lainnya, ia juga merasa gugup dan khawatir. Â Anak yang dipercaya menjadi pemimpin upacara, sebagaimana sellau penulis alamami, selalu mengalami kebanggaan di satu sisi, dan mengalami kekhawatiran berlebihan di sisi yang lainnya. Â Ahong juga menunjukkan kondisi tersebut di pembuka film karena harus bolak-balik ke kamar mandi.
Untung saja, teman-temannya mampu membangkitkan kepercayaan diri Ahong sehingga Ahong bersiap untuk menjadi pemimpin upacara. Â Kejadian-kejadian selama upacara ini menimbulkan senyum karena lebih sering mengingatkan masa kecil entah berpuluh tahun lalu. Â Misalnya saja ketika seorang anak salah mengibarkan bendera (peristiwa yang sering terjadi di saat anak pengibar gugup), dengan senyum penyesalan anak itu seakan merasa telah mengkhiatani negeri. Â Padahal hanya karena salah sedikit saja. Â Coba banyangkan muka anggota DPR yang bangga saat mengusulkan Undang-Undang Pelemahan KPK hanya karena ingin diri dan genk-nya terselamatkan saat menikusi kekayaan negeri ini.
Cerita memuncak saat Ahong yang saking gugupnya atau karena faktor kelelahan berlatih upacara sehingga tertidur justru di momen paling penting. Ahong yang seharusnya memberi aba-aba "Tegap grak!, malah memberi aba-aba "Bubar, Jalan!" . Â Mungkin karena kaget diberi tanda oleh kepala sekolah yang marah gara-gara Ahong lama tak memberi aba-aba.
Upacara pun menjadi kalang kabut. Â Peserta upacara membubarkan diri seperti aba-aba yang diteriakkan Ahong. Â Untung saja teman-teman Ahong segera mengembalikan peserta upacara untuk kembali tertib. Â Sehingga upacara berlangsung mulus hingga usai.
Menurut laki-laki kelahiran 17 April 1993, yang juga masih kuliah di Fikom Unpad ini, film "Bubar, Jalan!" merupakan pengalaman sang sutradara saat kecil. Dan mungkin juga menjadi pengalaman kita juga. Â Dan dari pengalaman yang memang berkesan di benak Sang Sutradara inilah penggalian ide cerita film yang diproduksi oleh Rumahku Film.
Film "Bubar, Jalan!" memang film sederhana yang diangkat dari tema keseharian anak sekolah. Â Tapi, film ini berhasil menyajikan cerita dengan baik dan mengesankan. Â Keberhasilan film ini tentu disumbang oleh kegesitan dari Sang Produser yang ternyata juga masih kuliah di PR Fikom Unpad, Dhita Ramadhani Nur Intani. Â Gadis kelahiran 5 Maret 1993 jelas sangat penting dalam kesuksesan film ini. Â
Bukan pekerjaan mudah untuk mengarahkan pemain-pemain yang masih kanak-kanak. Â Tapi Fairuz mempunyai tips yang mungkin juga dapat dipakai oleh siapa saja yang akan membuat film untuk lomba FFPI Kompas TV tahun depan. Â Kata Fairuz, anak-anak itu mudah kok, kalau kita percaya, mereka juga akan percaya. Â Kerja dengan hati, mungkin maksudnya. Â Kalau hati sudah berpaut, lalu apa lagi yang mampu memisahkannya? Â Jangankan lautan atau gunung dan ngarai!
Kompas TV yang merupakan televisi nasional berjaringan dengan wilayah siar meliputi 118 kota dan kabupaten memang layak diacungi jempol. Â Melalui momen yang dibangunnya ini, filmaker-filmaker muda akan tumbuh berkembang biak meramaikan khazah perfilman nasional yang kabar-kabarnya memang sedang bangkit. Â FFPI Kompas TV akan menjadi ajang adu bakat para sineas muda Indonesia menghadai persaingan dengan film-film impor yang menjenuhkan.
Kabar lain yang menggembirakan adalah hadirnya sineas-sineas muda daerah. Di ajang ini, 80 persen finalis berasal dari luar Jakarta. Â bahkan hadir dari kota kecil di pegunungan Jawa Tengah seperti Purbalingga. Â Ternyata Purbalingga bukan hanya terkenal dengan bulu matanya yang lentik tapi juga ide-ide kreatifnya melalui film-film pendek yang lahir dari anak-anak muda di sana.
"Bubar, Jalan!" memang layak diganjar hadiah pertama dalam ajang FFPI kali ini. Â Dan selamat untuk semua yang terlibat dalam proses pembuatannya. Saya yakin kreativitas itu akan terus tumbuh dan berkembang.
Wasssalam.......................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H