Saya senang saat PDI membela hal yang sudah benar yang dilakukan salah satu kader partainya yang kebetulan dipercaya Jokowi menjadi Menhukham, Laoly dari serangan membabi buta dari Klub Ical Cs. Â Seharusnya memang begitu. Â Partai pemerintah selalu berupaya memperjelas dan membela pemerintah dengan program-program yang sudah pasti sejalan dengan ideologinya.
Pembelaan mati-matian PDI terhadap Laoly ternyata berbanding terbalik dengan pembelaan yang seharusnya dilakukan sama mati-matiannya terhadap kebijakan Jokowi. Â Tapi, sampai kini, saya justru miris melihat tingkah polah PDI dalam membela BG dan memberondong dengan senjata yang katanya bahkan dengan angket juga terhadap Jokowi. Â Seolah-olah Laoly (dan tentunya BG) lebih berharga daripada Jokowi yang bahkan masih terus direndahkan sebagai petugas partai.
Omong kosong! Â Paling tidak, itulah kesan saya terhadap ungkapan kalau dalam hal pembelaan PDI terhadap angket Laoly merupakan pembelaan PDI terhadap pemerintah yang mereka termasuk di dalamnya dan memang seharusnya begitu. Â PDI hanya peduli kepada kadernya bukan Jokowi, apalagi negeri ini. Â Itulah pembacaan saya sebagai orang awam. Â Orang awam yang pernah berharap PDI tidak begini.
Lalu, seandainya Jokowi bikin partai sendiri, maka saya akan ikut membesarkannya. Â Tapi, apakah nanti saya tak dikecewakan juga? Â Mungkin iya, dan mungkin juga tidak. Â Ada dua kemungkinan. Â Namun, terkadang terpikir juga, daripada sudah pasti terkhianati, mengapa tidak berjudi saja, siapa tahu partai baru akan lebih punya hati?
Hati ini sudah patah. Â Pada partai apa pun. Â Mereka terlalu sibuk dengan diri sendiri. Â Bahkan tokoh sekaliber Amin Rais pun berkoar dengan begitu keras ketika ada ontran-ontran di partai Golkar. Â Seakan-akan ontran-ontran di Partai Golkar akan merontokkan negeri ini. Â Hanya karena Ical ingin mempertahankan Golkar dalam klubnya. Â Lalu, kemana Kakek Amin ketika ada kemelut antara KPK dengan Polri yanghingga kini terus memerihkan hati siapa pun anak negeri yang punya hati? Â Sepertinya Amin Rais pun sudah kerdil karena PAN. Â Apakah nanti saya tidak menjadi manusia kesekian juta yang naif berharap pada partai?
Ahok justru bisa menjadi nurani negeri ketika dia berani memberontak dari belenggu partai Gerindra. Â Ahok seakan membalik kekerdilan seorang Amin Rais dalam kekerdilan partai dengan kebesaran diri keluar dari kekerdilan partai. Â Nurani Ahok terlalu besar untuk dibelenggu Gerindra.
Kalau begini, bukankah semua anomali PDI juga menjadi anomali semua partai? Â Bisa iya, bisa tidak. Â Karena partai saat ini masih menjadi milik pribadi: Megawati (PDI), Prabowo (Gerindra), Amin Rais (PAN), Cak Imin (PKB) Hilmi Aminudin (PKS), SBY (Demokrat). Â Jangan tanya tentang kebijakan partai. Â Karena yang ada di negeri ini hanyalah kebijakan para Tuan-Tuan yang sudah saya sebutkan di atas. Â Tak ada kepentingan rakyat karena yang ada hanya kepentingan partai (dan lebih jauh kepentingan para pemiliknya).
Negeri ini telah dibajak. Â Kalau BBM naik semau-maunya, lalu apa peran negara bagi kita? Â Tak ada proteksi negara melalui subsidi. Â Jusuf Kalla bilang kalau subsidi harus dikurangi, bahkan dalam hal BBM dihilangkan, karena untuk membangun infrastruktur seperti jalan, rumah sakit, dan sekolah-sekolah. Â Lalu, aku melihat jalan-jalan di negeri ini. Â Tak ada yang membanggakan karena terlalu banyak lubang. Â Lalu, bagaimana dengan rumah-rumah sakit di negeri tanpa kendali ini? Â Orang miskin ditipu BPJS, karena bilangnya gampang pakai BPJS, tapi mereka seperti "ditelantarkan" justru setelah BPJS hadir. Â Lalu, pendidikan akan diperbanyak sekolahnya, tapi apa yang kita lihat sebagai korupsi pendidikan yang justru meningkat.
Kita semakin rindu Sukarno. Â Kita semakin rindu Soeharto. Â Paling tidak, ada kehadiran negara di tengah-tengah warganya. Â Kalau dari BBM saja kita sudah melihat negara telah minggat dari seharusnya, lalu bagaimana dalam hal-hal lain?
Anomali PDI, hanyalah cermin kecil dari kehidupan negeri ini! Â Ah, saya takut menangis membicarakan sengkarut yang tak juga bisa terselesaikan karena terlalu banyak bajingan berpesta pora dengan congkaknya sambil mengangkangi nasib kita: Rakyat Indonesia.
Mungkinkah revolusi itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H