Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa PON Harus Berpindah Tempat?

14 September 2012   02:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:29 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetunya judul tulisan ini tadinya, "Mengapa harus ada PON?".  Tapi terlalu vulgar.  Karena bukan PON yang salah.  Pengelolanya yang tak becus.  Sehingga judulnya pun saya ganti.

PON di waktu dulu selalu di Jakarta.  Karena hanya Jakarta yang memiliki fasilitas lengkap untuk pelaksanaanya.  Bahkan fasilitasnya terpelihara baik.  Sehingga memang sangat rasional jika PON selalu diadakan di Jakarta.

Lalu muncul ide untu meratakan penyelenggaraan PON.  Jangan hanya di Jakarta.  Daerah juga bisa.  Seperti semangat reformasi.  Maka, mulailah PON pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Perpindahan penyelenggaraan PON ternyata juga berimplikasi pada pembiayaan yang mahal.  Banyak pemda yang terpaksa harus menghabiskan milyaran anggaran untuk membangun fasilitas PON.  Pusat pun harus ikut membantu menyisihkan anggarannya untuk Iven ini.  Dampaknya, ada anggaran lain yang harus berkurang.  Dan biasanya, anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang dikorbankan.

Selesai?

Tidak.  Bangunan mewah (walau dibangun serinmg dengan asal-asalan sehingga sudah ambruk bahkan sebelum dipakai) yang dibiayai dengan uang milyaran rupiah yang seharusnya bisa untuk kesejahteraan rakyat itu terbengkalai saat PON selesai.  Lihat saja di kota yang pernah dipakai untuk penyelenggaraan PON.  Fasilitas bekas PON-nya mangkrak.

Menyedihkan kan?

Belum lagi adanya semangat kedaerahan yang sering terlihat melebihi kewajaran.  Alat latihan disembunyikan atlet tuan rumah.  Berita yang memiriskan.  Sehingga daerah lain yang menjadi penyelenggara PON berikutnya akan melakukan hal yang beda beda tipis.  Tuan rumah akan merasa harus lebih, walau cara sesat yang ditempuh.

PON di daerah lebih menjadi ajang promosi politis para pejabatnya.  Bukan lagi ajang olahraga yang selalu mendahulukan sportivitas.  Lihat keributan tak berujung di PON kali ini.  Seakan PON hanya ajang mencari kemenangan, bukan sportivitas olahragawan.  Perolehan emas menjadi ajuang hidup mati.  Bukan bagi olahragawannya tapi bagi karier politik penguasa daerahnya.

Kembalikan PON ke satu tempat saja!

Paling tidak, pindahkan penyelenggaraan PON setelah tiga kali penyelenggaraannya.  Sehingga akan menghemat biaya.  Atau dengan kata lain, anggaran negara bisa lebih difokuskan untuk kesejahteraan warganya.  Coba saja kalau PON diselenggarakan di Palembang dengan fasilitas lengkap bekas Sea Games.  Atau diselenggarakan di Kaltim.  Pasti biayanya bisa dihemat banyak.  Dan tak perlu memberi amplop ke senayan juga yang katanya hitungan uangnnya mencapai milyaran itu.

Jadikan PON ajang sportivitas, bukan politisasi olahraga.  Dan menjadi sarana menuju kemandirian dan kebanggaan negeri tercinta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun