Keluarga Berencana (KB) sudah nyaris tak terdengar. Maka berduyun-duyunlah warga baru negeri ini. Catatan kelahiran membengkak, cenderung mengkhawatirkan ( Tentunya, bagi yang mikir). Bagaimana mengatasi lonjakan jumlah penduduk ini?
Beralih ke lebaran. Kecelekaan meningkat? Pasti! Siapa yang peduli? Paling banter, peristiwa kecelakaan yang meningkat ini hanya sampai pada angka-angka yang dibahas di balik meja para menteri sambil menikmati asyiknya kopi. Setiap tahun, katanya mau dikaji. Tapi selalu berhenti pada kata "mau". Tak pernah ada tindakan nyata yang nyata-nyata memang sebuah tindakan dan bukan omong doang.
Tidak percaya?
Keterlaluan. Perhatikan saja, tiap tahunnya (karena memang lebaran sebagai peristiwa tahunan, coba kalau bulanan?). Kejadian serupa akan berulang dan berulang lagi. Dan sekali lagi, dengan intensitas yang lebik tinggi. Apakah ini hasil sebuah kaji? Preeetttt!!  Para menteri itu sepertinya lebih suka minum kopi sambil nyari peluang untuk korupsi.
Paling-paling, data tentang peningkatan kecelakaan saat lebaran berhenti jadi pembicaraan sampai dilaksanakannya halal bihalal. Setelah itu, segala yang berbau lebaran sudah kadaluwarsa. Berbicara tentang lebaran hanyalah sia-sia. Sampai ketemu dengan lebaran tahun depan. Dengan kecelakan yang berulang. Terus bikin janji lagi: Janji akan dikaji. Terus, terus, dan teruuuussss. Entah sampai kapan.
Bahkan kalau boleh sedikit membuat perumpaan yang seharusnya tak dilakukan, kecelakaan lebaran ini sepertinya dibiarkan hanya karena sebagai sarana mengurangi jumlah penduduk yang tak lagi mengenal kata KB. Haaaaah.....!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H