Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Nature

Urug Citarum dengan Sampah

29 April 2011   12:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:15 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sampah Citarum menumpuk?  Ah, biasa!  Tak ada yang menarik untuk diberitakan!  Hutan di hulu Citarum gundul dan mengkhawatirkan?  Berita basi!!!  Basi sekali!!!  Limbah pabrik dibuang seenaknya ke Citarum?  Ah, kemana aja lu?  Itu mah sudah dari dulu!!!

Kalau kita mengurusi yang biasa, yang basi, dan sesuatu yang sudah dari dulu begitu pasti tak ada hasilnya apa-apa.  Sampai kapan pun Citarum akan seperti ini terus: penuh sampah, limbah, dan sumber airnya mengering.

Buatlah sesuatu yang luar biasa.  Yang layak jadi berita!  Sehingga koran, majalah, dan televisi akan ramai-ramai memberitakannya.  Kalau semua media memberitakan Citarum, maka akan banyak yang peduli atau paling tidak melirik alias agak peduli.

Maka bikinlah sesuatu yang layak berita.

Apa?

Media tak akan tertarik dengan sesuatu yang baik.  Misalnya, masyarakat sadar akan kebersihan Citarum dan akhirnya ramai-ramai mengambil sampah di sepanjang aliran Citarum.  Basi ah!  Kata media.  Dan media kita memang lebih suka sesuatu yang memiliki nilai berita, biasanya yang negatif.  Atau yang sensasional.  Siapa yang gak gedek kalau semua televisi memberitakan tentang Norman dengan caiya-caiyanya.  Tapi karena ada sensasi di situ, maka berita pun mengalir deras.

Terus bagaimana?

Buatlah iring-iringan truk sampah dari Jakarta yang biasanya membuang sampah di Bantar Gebang ke sungai Citarum.  Ajak media untuk meliputnya.  Dan buanglah sampah itu ramai-ramai ke sungai Citarum.  Buat sedramatis mungkin.  Jangan kalah sama teroris yang membuat film dokumenter.  Maka kegiatan ini pun harus didokumentasikan dengan baik.

Dengan kekuatan media ini, maka saya pastikan.  Detik itu juga akan muncul dan mengalir simpati dan kutukan.  Simpati pada nasib Citarum.  Dan kutukan bagi pejabat yang menyuruh para sopir truk sampah membuang sampah-sampahnya ke Citarum.

Maka, mulai saat itu juga dunia akan sadar akan adanya sungai Citarum yang memang mulai gawat.  Sungai Citarum yang begitu banyak manfaatnya tapi kita sia-siakan begitu saja.

Siapa berani?  Saya yakin tak ada pejabat yang berani melaksanakan usul saya.  Kenapa?  Karena pikiran mereka biasa-biasa saja.  Jadi jangan suruh  mereka berpikir yang spektakuler seperti ini.  Eh, maaf kalau saya menyinggung para pejabat, karena mereka bukannya tak mau berpikir spektakuler, mikir aja nggak kok!  Kalau sungai Citarum begini terus ya wajar lah!

Masih banyak usul saya.  Tapi untuk tulisan ini saya cukup ngusulin satu saja, karena para pejabat akan semakin dibuat pusing kalau baca terlalu banyak usul saya.  Dan pasti tak akan dapat melaksanakannya.  Dan yang jelas, dengan tulisan ini saya pasti akan menang lomba.  Padahal inilah usul yang paling menggairahkan dan sangat luar biasa.  Jadi jangan pakai usul biasa untuk persoalan yang sangat luar biasa ini.

Selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun