Mohon tunggu...
Mochamad Khoirul Anam
Mochamad Khoirul Anam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Airlangga

Perkenalkan saya Mochamad Khoirul Anam, yang akrab disapa Arul, lahir di Lamongan pada tanggal 16 September 2004. Saat ini, saya menempuh pendidikan S1 Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Bagi saya, setiap tantangan adalah peluang emas untuk belajar dan tumbuh. Keterlibatan saya di berbagai kegiatan dan kepanitiaan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), menunjukkan komitmen saya dalam berkontribusi untuk komunitas saya. Di sana, saya belajar menjadi pemimpin yang efektif, bekerja sama dengan orang lain, dan mengembangkan kemampuan organisasional yang luar biasa. Keaktifan saya ini juga membuktikan bahwa saya adalah pribadi yang tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Nama saya Mochamad Khoirul Anam, atau Arul, merupakan kiasan dari pribadi yang luar biasa dengan segudang potensi dan dedikasi. Dengan tekad dan semangat yang saya miliki, tidak diragukan lagi bahwa saya akan terus berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan dunia kesehatan di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UKT 2024 Melonjak: Menguji Komitmen Negara terhadap Akses dan Keadilan Pendidikan Tinggi

25 Mei 2024   21:30 Diperbarui: 25 Mei 2024   21:33 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2024 yang hanya berlaku bagi mahasiswa baru telah menimbulkan banyak reaksi di masyarakat. Meskipun Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa kenaikan ini dirancang dengan asas keadilan dan inklusivitas, banyak pihak masih meragukan dampaknya terhadap aksesibilitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Kebijakan kenaikan UKT ini berpotensi memperburuk kesenjangan sosial di Indonesia. Meskipun terdapat prosedur untuk mengajukan keringanan biaya bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu, realitanya banyak yang mengeluhkan proses yang birokratis dan kurang transparan ini. 

Hal ini menyulitkan mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan untuk mendapatkan keringanan UKT. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap mahasiswa, terlepas dari latar belakang ekonominya, dapat mengakses pendidikan tinggi tanpa hambatan finansial yang signifikan. 

Nadiem Makarim berpendapat bahwa kenaikan UKT adalah langkah yang rasional dan masuk akal. Namun, transparansi dalam penentuan besaran kenaikan ini sangat dibutuhkan. Perguruan tinggi harus menjelaskan dengan jelas dasar perhitungan kenaikan UKT kepada publik untuk memastikan bahwa biaya tambahan ini benar-benar akan digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan sekadar menutupi defisit anggaran perguruan tinggi. 

Kenaikan UKT ini mendapat kritik keras karena dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan. Pendidikan tinggi seharusnya tidak menjadi barang mewah yang hanya bisa diakses oleh kalangan mampu. Pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan negara bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan yang terjangkau bagi semua. Kebijakan yang berfokus pada peningkatan biaya tanpa memperhatikan dampaknya pada aksesibilitas dapat merusak prinsip keadilan sosial dalam pendidikan.

Kemendikbud Ristek menyatakan bahwa mahasiswa yang merasa keberatan dengan penetapan kelompok UKT mereka dapat mengajukan peninjauan ulang. Namun, proses ini sering kali menjadi tantangan tersendiri. Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 mengatur bahwa mahasiswa atau orang tua dapat mengajukan peninjauan kembali UKT jika terdapat ketidaksesuaian data dengan kondisi ekonomi mereka. 

Proses ini harus difasilitasi secara adil dan transparan oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa bantuan benar-benar sampai kepada yang membutuhkan. Data dari Kemendikbud menunjukkan bahwa hanya 3,7 persen mahasiswa baru yang masuk ke kelompok UKT tertinggi, sementara 29,2 persen berada di kelompok UKT rendah. 

Meski demikian, fakta di lapangan sering menunjukkan kesulitan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan keringanan UKT. Pemerintah dan perguruan tinggi harus bekerja lebih keras untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang adil untuk mengenyam pendidikan tinggi

Untuk memastikan kebijakan kenaikan UKT ini tidak mengorbankan keadilan dan aksesibilitas pendidikan, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan:

  1. Transparansi dan Akuntabilitas: Perguruan tinggi harus membuka data dan dasar perhitungan kenaikan UKT secara transparan untuk diawasi oleh masyarakat.
  2. Peningkatan Fasilitas dan Kualitas:Kenaikan UKT harus diiringi dengan peningkatan fasilitas dan kualitas pengajaran yang nyata.
  3. Pengawasan dan Evaluasi Berkala: Pembentukan tim independen yang bertugas mengevaluasi kebijakan kenaikan UKT secara berkala. 
  4. Jaminan Inklusivitas: Perguruan tinggi harus memastikan bahwa mahasiswa dari keluarga kurang mampu tetap mendapatkan akses pendidikan melalui program beasiswa dan keringanan biaya yang efektif dan mudah diakses.

Kenaikan UKT tahun 2024 perlu dikaji lebih mendalam dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap aksesibilitas dan keadilan pendidikan. Negara memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan kebijakan yang berpotensi memperlebar kesenjangan sosial harus dievaluasi dan diperbaiki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun