Mohon tunggu...
Mochamad Dafik
Mochamad Dafik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Muhammadiyah Jakarta yang memiliki ketertarikan dan perspektif yang unik dalam memandang isu-isu sosial, politik, dan kemanusiaan. Saya ingin berbagi pemikiran, analisis, dan pandangan mengenai topik-topik terkait, serta berdiskusi bersama pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tranformasi Indonesia Hijau: Menelisik Strategi Negara Maju dalam Menjaga Bumi

9 Agustus 2024   06:39 Diperbarui: 9 Agustus 2024   08:30 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, isu lingkungan telah menjadi salah satu perhatian utama masyarakat global. Hal ini didorong oleh berbagai indikator yang semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan terbaru dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu global telah meningkat 1,1C dibandingkan era pra-industri. Kenaikan suhu yang relatif kecil ini sebenarnya menyimpan konsekuensi yang sangat besar bagi tatanan kehidupan di planet bumi.

 

Proyeksi IPCC menunjukkan, jika emisi gas rumah kaca tidak segera dikurangi secara signifikan, suhu global diprediksi akan terus meningkat hingga melampaui 1,5C dalam beberapa dekade mendatang. Dampaknya akan terasa semakin intens, dari pencairan es di kutub, naiknya permukaan laut, hingga fenomena cuaca ekstrem yang kian sering terjadi.

Kita kini semakin sering menyaksikan badai tropis yang lebih kuat, banjir yang lebih parah, serta kekeringan yang lebih panjang. Fenomena-fenomena tersebut tidak hanya menimbulkan bencana kemanusiaan, tetapi juga krisis ekonomi yang merugikan miliaran dolar setiap tahunnya. Belum lagi ancaman terhadap ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, serta ekosistem alam yang menjadi penyangga kehidupan.

Ironisnya, meskipun ancaman perubahan iklim semakin nyata, masih ada upaya-upaya yang terlalu lambat, setengah hati, atau bahkan kontradiktif dengan tujuan mitigasi. Seolah-olah masyarakat global belum sepenuhnya menyadari urgensi dan kompleksitas krisis lingkungan yang sedang terjadi. Padahal, jika tidak ada percepatan aksi yang signifikan, masa depan umat manusia terancam berada di ambang jurang kehancuran ekologis.

Melihat urgensi isu-isu lingkungan tersebut, pemerintah di berbagai negara telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan melindungi lingkungan. Mulai dari pengurangan emisi, pengembangan energi terbarukan, pengelolaan sampah, hingga konservasi alam.

 

Salah satu contoh yang menarik adalah program daur ulang sampah yang komprehensif di Jepang. Negeri Matahari Terbit ini telah berhasil membangun sistem pemisahan, pengumpulan, dan pengolahan sampah yang terintegrasi dengan baik. Masyarakat Jepang diwajibkan untuk memisahkan sampah sesuai dengan jenisnya, sementara pemerintah menyediakan fasilitas pengolahan sampah yang canggih dan modern. Hasilnya sangat mengesankan, dengan tingkat daur ulang sampah yang mencapai lebih dari 80% - angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan banyak negara lain.

Di sisi lain, Norwegia telah menerapkan insentif yang menarik untuk mendorong adopsi kendaraan listrik. Berbagai kebijakan, seperti pengecualian pajak, akses ke lajur bus khusus, dan kemudahan parkir, telah berhasil meningkatkan pangsa pasar kendaraan listrik Norwegia menjadi yang tertinggi di dunia, mencapai sekitar 54% dari total penjualan kendaraan pada tahun 2020. Skema insentif yang komprehensif ini telah terbukti efektif dalam mempercepat transisi menuju kendaraan ramah lingkungan.

Selain itu, Costa Rica juga telah mengembangkan program pembayaran jasa ekosistem yang inovatif. Pemilik lahan hutan di negara ini dibayar untuk melestarikan hutan mereka, yang terbukti efektif dalam meningkatkan tutupan hutan dan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. Pendekatan ini memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam konservasi lingkungan.

Sementara itu, Denmark telah berhasil mencapai target ambisius dalam bauran energi terbarukan, dengan lebih dari 50% kebutuhan listriknya dipenuhi dari sumber-sumber energi yang berkelanjutan. Keberhasilan Denmark dalam transisi energi ini didukung oleh kebijakan yang komprehensif, termasuk insentif, target yang jelas, dan koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan.

Meskipun konteks dan kondisi setiap negara berbeda, contoh-contoh kebijakan hijau yang efektif dari negara lain dapat menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran berharga bagi Indonesia dalam mengembangkan program-program lingkungan yang lebih efektif dan berkelanjutan.

 

Dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah menunjukkan komitmen kuat dalam menerapkan kebijakan lingkungan yang efektif, Indonesia masih tertinggal dalam beberapa aspek. Meskipun pemerintah Indonesia telah mencanangkan beberapa program terkait isu lingkungan, namun implementasinya seringkali tersendat akibat kurangnya dukungan dan koordinasi yang utuh dari berbagai pemangku kepentingan.

Sebagai contoh, program daur ulang sampah di Indonesia masih jauh dari optimal. Meskipun beberapa kota besar telah memiliki fasilitas pengolahan sampah, namun cakupannya masih terbatas dan infrastrukturnya belum memadai. Selain itu, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam memisahkan sampah juga masih rendah, karena kurangnya edukasi dan insentif yang diberikan oleh pemerintah.

Berbeda dengan Jepang yang telah membangun sistem pengelolaan sampah yang komprehensif, didukung oleh peraturan dan penegakan hukum yang ketat, serta keterlibatan aktif masyarakat, upaya serupa di Indonesia masih belum terlihat. Pemerintah seakan hanya setengah hati dalam mendorong program daur ulang sampah, sehingga hasilnya pun belum optimal.

Contoh lain adalah pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Meskipun pemerintah telah mencanangkan target ambisius untuk mencapai 2 juta kendaraan listrik pada tahun 2025, namun insentif dan infrastruktur yang disediakan masih jauh dari memadai. Berbeda dengan Norwegia yang telah memberikan berbagai kemudahan dan insentif yang mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan, Indonesia masih belum mampu menciptakan ekosistem yang kondusif bagi adopsi kendaraan listrik.

Sementara itu, target ambisius bauran energi terbarukan di Indonesia juga belum didukung oleh kebijakan yang komprehensif, seperti yang diterapkan di Denmark. Koordinasi antar kementerian dan pemangku kepentingan yang lemah, serta insentif yang belum memadai, menjadi kendala dalam mencapai target tersebut.

Dari beberapa contoh di atas, terlihat jelas bahwa peran pemerintah Indonesia dalam mendorong kebijakan lingkungan yang efektif masih terdapat  banyak persoalan. Salah satu yang masih menjadi persoalan adalah struktur birokrasi yang kaku dan rentan terhadap kepentingan sektoral. Pemerintah seringkali terjebak dalam "silo mentality", di mana masing-masing kementerian/lembaga berfokus pada agenda dan kepentingannya sendiri. Akibatnya, koordinasi dan sinkronisasi antarinstitusi menjadi sulit, sehingga kebijakan yang dihasilkan cenderung tumpang tindih atau bahkan kontradiktif.

Selain itu, lemahnya penegakan hukum dan sistem pemantauan yang ada juga menjadi faktor yang mendukung pengabaian kepentingan lingkungan dalam perumusan kebijakan. Tanpa adanya mekanisme kontrol yang kuat, para pembuat kebijakan dapat dengan leluasa membuat keputusan yang mementingkan pertimbangan ekonomi-politik jangka pendek.

Sebagai negara dengan potensi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang berlimpah, Indonesia seharusnya menjadi pionir dalam menerapkan kebijakan hijau yang komprehensif dan progresif. Sayangnya, apa yang kita saksikan adalah Indonesia tertinggal jauh di belakang negara-negara maju yang telah membuktikan keseriusan mereka dalam melindungi bumi dan masa depan generasi mendatang. Sudah saatnya pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen nyata untuk mempercepat transisi hijau, dengan merumuskan target yang jelas, mengalokasikan anggaran yang memadai, dan memobilisasi seluruh pemangku kepentingan.

 

Hanya dengan mengambil langkah-langkah transformatif dan berani, Indonesia dapat menjadi contoh bagi dunia dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sekarang atau tidak sama sekali, Indonesia harus mengambil alih kepemimpinan dalam membangun masa depan yang lebih hijau, bersih, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun