Mohon tunggu...
Moch Ansori Putra S
Moch Ansori Putra S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Kebenaran ada pada keyakinan setiap individu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Sosial Media dalam Penyebaran Berita Hoax

13 Januari 2025   16:33 Diperbarui: 13 Januari 2025   16:33 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial kini menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat modern. Platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter bukan hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga berfungsi sebagai media penyebaran informasi. Namun, kecepatan dan kemudahan akses yang ditawarkan oleh media sosial telah memunculkan masalah baru, yaitu penyebaran berita palsu atau hoax.

Penyebaran Hoax melalui Media Sosial

Hoax merujuk pada informasi yang sengaja dipalsukan dengan tujuan menipu atau memengaruhi opini masyarakat. Menurut penelitian Rahmadhany et al. (2021), sekitar 92,40% berita hoax tersebar melalui media sosial, yang menunjukkan besarnya peran platform ini dalam membentuk opini publik. Kemudahan penyebaran hoax di media sosial sebagian besar disebabkan oleh minimnya mekanisme penyaringan informasi. Dalam penelitian Rahmadhany et al. (2021), dijelaskan bahwa tidak ada pihak redaksi yang bertanggung jawab atas kebenaran informasi di media sosial, sehingga pengguna bebas menyebarkan berita tanpa memverifikasi fakta terlebih dahulu. Akibatnya, berita palsu dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti ujaran kebencian dan konflik sosial. Penelitian oleh Siti dkk (2020) menunjukkan bahwa hoax dapat menciptakan kebingungan di masyarakat, bahkan berpotensi memicu perpecahan.

Media sosial saat ini juga telah menjadi platform utama dalam menyebarkan informasi, namun juga menjadi alat efektif dalam menyebarluaskan berita hoax. Berdasarkan teori psikologi sosial, fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa konsep kunci seperti konformitas sosial, efek penguatan kelompok (group polarization), dan teori pembingkaian (framing theory).

  1. Konformitas Sosial
    Dalam psikologi sosial, individu seringkali menyesuaikan opini atau tindakan mereka dengan kelompok. Di media sosial, tekanan konformitas dapat mendorong seseorang untuk mempercayai atau menyebarkan berita hoax agar diterima oleh kelompoknya. Konten yang emosional dan sensasional sering kali meningkatkan konformitas ini karena lebih mudah diterima tanpa verifikasi kritis.
  2. Efek Penguatan Kelompok (Group Polarization)
    Media sosial memungkinkan individu untuk bergabung dengan komunitas yang memiliki pandangan serupa. Diskusi dalam kelompok ini sering memperkuat keyakinan yang sudah ada, termasuk keyakinan terhadap berita hoax. Proses ini dikenal sebagai group polarization, di mana pandangan individu menjadi lebih ekstrem setelah berinteraksi dalam kelompok.
  3. Teori Pembingkaian (Framing Theory)
    Berita hoax sering menggunakan pembingkaian tertentu untuk memengaruhi emosi dan opini publik. Pembingkaian yang menciptakan rasa takut, marah, atau kecemasan cenderung lebih mudah viral. Teori ini menjelaskan bagaimana media sosial dapat menjadi medium ideal bagi hoax untuk menyebar karena desain algoritma yang memprioritaskan konten viral.
  4. Efek Konfirmasi (Confirmation Bias)
    Individu cenderung mencari dan mempercayai informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka, sementara mengabaikan fakta yang bertentangan. Media sosial memperkuat efek ini dengan algoritma yang menyaring informasi sesuai preferensi pengguna, menciptakan echo chamber yang memperkuat berita hoax.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang menggabungkan edukasi literasi digital, penguatan regulasi, dan intervensi berbasis komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan dampak berita hoax.

Kesimpulan

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern, menawarkan kemudahan dalam komunikasi dan penyebaran informasi. Namun, kecepatan dan kemudahan ini juga menjadikannya medium utama dalam penyebaran berita hoax, yang sering kali memengaruhi opini publik secara negatif. Dengan minimnya mekanisme penyaringan informasi dan absennya pihak yang bertanggung jawab atas kebenaran informasi, media sosial memungkinkan pengguna menyebarkan berita palsu tanpa verifikasi. Hal ini dapat memicu dampak serius, seperti kebingungan masyarakat, ujaran kebencian, dan konflik sosial.

Dari perspektif psikologi sosial, fenomena ini dijelaskan melalui konsep-konsep seperti konformitas sosial, efek penguatan kelompok, teori pembingkaian, dan efek konfirmasi. Media sosial memperkuat kecenderungan individu untuk menerima dan menyebarkan informasi yang sejalan dengan keyakinan mereka, menciptakan ruang gema (echo chamber) yang memperkuat hoax.

Untuk mengatasi dampak buruk berita hoax, diperlukan langkah-langkah yang melibatkan edukasi literasi digital, regulasi yang lebih tegas, serta pendekatan berbasis komunitas untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya verifikasi informasi. Dengan cara ini, masyarakat dapat menjadi lebih kritis dalam menyikapi informasi yang mereka terima di media sosial.

Mochamad Ansori Putra Sumarsono

1532400022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun