Mohon tunggu...
Mochamad Aldy
Mochamad Aldy Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Seorang mahasiswa yang baru saja mencoba berkarya dalam dunia sastra di Kompasiana. Salam kenal!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Goenawan "GM" Mohamad, Pengubah yang Tak Pernah Berubah

17 Desember 2020   22:54 Diperbarui: 17 Desember 2020   23:08 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesusasteraan dan jurnalistik pada saat ini memang begitu bebas dan terbuka, membuat siapa saja dapat berkata dengan opininya. Seruan 'jaga lidahmu' yang terngiang-ngiang di benak para redaksi pada tahun 1972 pun sudah kian pudar di telinga. Namun, pernahkah kita bertanya-tanya bagaimana babak baru ini bermula dan siapa yang mempromotorinya ?

Perjuangan para sastrawan dan jurnalis negeri pada masa Orde Baru menjadi sebuah proses yang cukup bersejarah bagi masa depan sastra dan jurnalistik Indonesia karena memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi keadaan sastra dan jurnalistik pada masa kini. Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang akrab disapa Goenawan Mohamad atau GM adalah salah satunya. 

Sastrawan asal Jawa Tengah ini telah mendapatkan banyak penghargaan di bidang sastra dan jurnalistrik salah satunya adalah Anugerah Sastra Mastera pada tahun 2018 di Brunei Darussalam. 

Penghargaan tersebut diberikan untuk tokoh dalam bidang sastra dari negara berbahasa melayu yang dinilai mampu membuat perubahan di negeri asalnya.

GM merupakan sosok penyair dan sastrawan kondang yang menjadi salah satu korban dalam masa gelap tahun 1960-an. Sebagai salah satu penandatangan Manifesto Kebudayaan atau MANIKEBU, tentu GM menjadi sasaran bagi LEKRA (Lembaga Kebudajaan Rakjat). 

LEKRA yang didirikan pada 17 Agustus 1950 oleh D.N. Aidit bersama ketiga rekannya yaitu Nyoto, M.S. Ashar, dan A.S. Dharta dinaungi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membuatnya menjadi organisasi nomor satu bagi para penulis dan seniman termahsyur Indonesia pada saat itu seperti Pramoedya Ananta Toer, Rivai Apin, dan Hersri Setiawan. 

Kekuatan LEKRA juga ditambah dengan keberpihakan pemerintah pada LEKRA membuat organisasi ini jadi nomor satu. LEKRA yang merupakan organisasi kebudayaan sayap kiri memiliki tujuan mendorong seniman dan penulis untuk mengikuti doktrin realisme sosialis. Hal ini yang membuatnya bertolak belakang dengan paham MANIKEBU.

Source: TEMPO
Source: TEMPO

Manifesto Kebudayaan yang diprakarsai oleh Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail, dan 20 tokoh lainnya menjadi bentuk respon terhadap eksistensi LEKRA. 

Dengan mengusung paham humanisme universal para tokoh yang tergabung mengatakan bahwa seni tidak berada di bawah politik atau sektor-sektor lainnya. 

Meskipun hanya merupakan kesepakatan dan bentuk pernyataan sikap dari kedua puluh dua tokoh nasional dan bukan merupakan organisasi, MANIKEBU memiliki pengaruh yang dapat dikatakan besar bagi keseimbangan poros paham dunia seni dan sastra di Indonesia. 

Naskah ketikan Wiratmo Soekito yang dibawa oleh Goenawan Mohamad dalam diskusi dan sidang yang ia pimpin ini mampu mengubah kiblat seni dan sastra yang sebelumnya berporos kiri menjadi seimbang kembali dan hal ini tentu bukan hal yang diinginkan oleh LEKRA.

Oleh karena itu, para sastrawan yang berafiliasi dengan LEKRA pun mulai menyerang para penandatangan naskah MANIKEBU. Goenawan Mohamad tidak lagi dapat menggunakan nama dirinya untuk menulis karya, H.B. Jassin dipecat dari jabatannya sebagai dosen di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Bahkan, Presiden Soekarno pun pernah menyebut MANIKEBU sebagai manikebo atau sperma kerbau.

Kondisi ini bertahan sekitar dua tahun. Persaingan para sastrawan LEKRA dan MANIKEBU terus berlanjut hingga adanya Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keporakporandaan PKI pada tahun itu juga membuat LEKRA melemah dan MANIKEBU menguat. 

Posisi dan keadaan saat itu cukup terbalik dari yang terjadi pada 1963. Orang-orang yang terkait dengan PKI ditangkap, dibuang, dan dibunuh. Para tokoh LEKRA juga mendapatkan perlakuan yang sama, seperti Pramoedya Ananta Toer yang dibuang ke Pulau Buru bersama ribuan orang lainnya. 

Situasi politik yang berbalik ini membuat Goenawan Mohamad dan para sastrawan MANIKEBU memiliki kekuatan yang lebih tinggi jika dibanding dengan LEKRA. Kendati demikian, GM dan tokoh-tokoh MANIKEBU lainnya tak serta merta 'membalaskan dendamnya' akan persekusi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh LEKRA. 

GM justru menampung beberapa penulis eks tapol di majalah yang dia pimpin. Ia mengatakan bahwa MANIKEBU adalah pernyataan sikap yang dilakukan untuk memperbaiki esensi nyawa dari seni dan sastra. Maka dari itu tidak perlu ada pembalasan dan semacamnya, terlepas dari konsekuensi yang selama ini telah ia terima.

Goenawan Mohamad dan para tokoh MANIKEBU lebih berfokus untuk menjaga 'kesehatan' seni dan sastra serta mengawal dunia kesusasteraan Indonesia. 

Hingga saat ini GM masih aktif dalam menulis dan meng-influence para penulis dan budayawan muda. Kegigihannya dalam menjaga nilai yang ia tanam terus-menerus ia buktikan.

Keterbukaanya pada kemajuan dan globalisasi juga membuatnya makin dikenal dan diperhitungkan. Bahkan, pada tahun 2015 ia ditunjuk menjadi pembicara dalam konferensi pers Frankfurt Book Fair di Jerman dan Director of the Guest of Honor Committee untuk FBF yang akan dilakukan di Indonesia pada tahun yang sama. 

Source: BBC Indonesia
Source: BBC Indonesia

GM berpesan pada anak muda untuk jangan apriori, tetapi kritis. Ia mengatakan bahwa kritis bukan selalu merujuk para tindakan melawan pemerintah atau politik, tapi juga melawan pikiran-pikiran beku yang ada di sekitar kita. "Jangan terlalu fanatik, lebih mengkhawatirkan!" kelakar GM sambil tersenyum di Semarang Contemporary Art Gallery saat peluncuran Pigura Tanpa Penjara tahun 2019 lalu. GM berharap agar anak muda zaman ini harus dapat terbuka pada perubahan, namun juga tetap teguh pada pendirian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun