Mohon tunggu...
Mochamad Adrian Pratama
Mochamad Adrian Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Investment Enthusiast- Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Transisi Indonesia Menuju Lebih Hijau, di Manakah Peran Kita sebagai Masyarakat?

9 Mei 2023   00:16 Diperbarui: 9 Mei 2023   03:21 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan iklim merujuk pada perubahan suhu dan pola cuaca jangka panjang. Pergeseran tersebut bisa terjadi secara alami, karena perubahan aktivitas matahari atau letusan gunung berapi yang besar.

Namun sejak tahun 1800-an, manusia menjadi pendorong utama terjadinya perubahan iklim, terutama karena pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca yang bertindak sebagai selimut yang menyelimuti Bumi, memerangkap panas matahari dan menaikkan suhu. Sektor energi, transportasi, industri, properti, pertanian, serta penggunaan lahan menjadi penyebab utama gas rumah kaca.

Penurunan emisi Gas Rumah Kaca menjadi komitmen internasional untuk secara bersama menahan laju pemanasan global. Indonesia pun telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030.

Di Indonesia sendiri, sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia yang dimana mencapai hampir dari 90% bergantung kepada energi fossil. Hal tersebut yang menyebabkan urgensi untuk melakukan dekarbonisasi semakin tinggi. Berbagai upaya pemerintah dilakukan untuk mengurangi emisi pada sektor energi melalui pengembangan Energi Baru Terbaharukan (EBT) pada sektor kelistrikan maupun peningkatan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN). Melalui Kementerian ESDM, Indonesia menargetkan bauran EBT hingga 19,5 persen dalam bauran energi primer pada tahun 2024.

Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission. Dalam hal ini, Indonesia telah mengumumkan bahwa akan memenuhi net zero emission maksimal pada tahun 2060. komitmen tersebut diwujudkan melalui revitalisasi kebijakan untuk menciptakan iklim investasi yang tepat bagi industri. Diantaranya melalui kebijakan fiskal berupa instrumen pajak seperti PPh dan PPN serta melalui kebijakan ekspor dan impor untuk meningkatkan kemampuan menghasilkan bauran energi yang tepat di Indonesia.

Selain itu, salah satu upaya untuk mempercepat dekarboninasi di Indonesia, Presiden RI Joko Widodo mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, dalam Perpres tersebut memutuskan untuk tidak mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Tetapi langkah untuk mempensiunkan PLTU harus dilakukan secara berhati-hati yang harus disesuaikan dengan permintaan dan penawaran kebutuhan nasional, sehingga tidak menggangu stabilitas kelistrikan di Indonesia yang masih bergantung pada bahan bakar fossil.

Adapun PLTU yang mendapatkan pengecualian dan masih diperbolehkan untuk beroperasi, diwajibkan untuk mempunyai rencana untuk mengurangi CO2 sebesar 35% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Melihat realita saat ini bahwa batu bara menjadi pemasok energi terbesar di Indonesia, tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus menggunakan apa yang kita miliki dan memaksimalkan pemanfaatannya melalui pengembangan teknologi sehingga lebih bersih agar dapat menekan emisi Gas Rumah Kaca.

Capaian Indonesia sesuai dengan yang telah ditargetkan diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang disampaikan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Sejak 2019-2022 Indonesia dapat melebihi target yang telah ditetapkan dan mengalami kenaikan yang rutin ditorehkan dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Di tahun 2022 saja, Indonesia dapat merealisasikan penurunan emisi sebesar 91,5 juta ton.

ilustrasi asap kendaraan. pinterest/bigthink
ilustrasi asap kendaraan. pinterest/bigthink

Lalu Dimanakah Peran Kita Sebagai Masyarakat?

Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa perubahan iklim ini terjadi karena aktivitas manusia sendiri. Kita bisa juga untuk berkontribusi mengurangi gas rumah kaca dimulai dari lingkup yang lebih kecil yaitu diri sendiri.

Salah satunya dengan cara untuk meminimalisir penggunaan plastik dan mulai beralih ke bahan-bahan organik, seperti mengganti kantong plastik menjadi totebag, mengurangi penggunaan air mineral dalam kemasan dan mulai beralih untuk menggunakan tumbler.

Selain itu, mengendalikan jejak karbon dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mulai beralih ke transportasi umum atau ojek online. Hal tersebut akan mengurangi gas rumah kaca akibat dari bahan bakan fossil serta mengurai kemacetan lalu lintas.

Karena energi adalah salah satu penopang perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, proses transisi ini harus berjalan dengan terstruktur dan adil agar tidak terjadinya ketimpangan serta memperhatikan permintaan nasional agar tidak menganggu stabilitas kelistrikan di Indonesia.

Maka tidak hanya pemerintah saja yang bertransisi untuk menjadi lebih hijau, masyarakat pun harus ikut bertransisi mengubah pola pikir yang ada dan berevolusi untuk mempertahankan kehidupan yang bersih, hijau dan lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun