Mohon tunggu...
Mochamad Adam D
Mochamad Adam D Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apa Itu Long Distance Marriage dan Dampak dari Long Distance Marriage

6 Juli 2021   19:30 Diperbarui: 6 Juli 2021   19:50 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada umunya, pernikahan adalah sebuah proses adanya ikatan janji yang dilakukan oleh individu-individu yang sudah matang secara psikologis. . Pernikahan adalah alasan individu untuk dapat membangun rumah tangga yang dikehendakinya. Pernikahan yang ideal adalah yang di anggap dapat memberikan kedekatan, pertemanan, pemenuhan kebutuhan seksual, kebersamaan, dan perkembangan emosional (Papalia, Olds, & Feldman, 2005).

Long Distance Marriage sendiri adalah keadaan pasangan suami-istri yang mempunyai kendala jarak dan waktu untuk dapat bertemu, bisa jadi dikarenakan masalah pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. Tugas utama suami dalah bekerja untuk menafkahi keluarganya. Banyak sekali faktor penghambat dalam mencari lapangan pekerjaan di tempat lingkungan keluarga. Faktor pekerjaan inilah yang mengharuskan suami harus rela bekerja dan meninggalkan sanak keluarga demi mencari tempat pekerjaan yang layak meskipun terpaut jarak yangb jauh.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan akibat Long Distance Marriage ini, salah satu dampak dari LDM ini adalah sering adanya kesalah pahaman antara suami-istri. Dengan suami sibuk dengan pekerjaanya hingga lupa memberi kabar kepada istri, membuat pikiran istri menjadi negatif kepada suami. Dampak lain dari LDM sendiri adalah kasus perselingkuhan yang meningkat di Indonesia. Kurangnya waktu berkomunikasi dengan suami, menjadikan istri bosan dan ingin "meluangkannya" dengan pria lain tanpa sepengetahuan sang suami.

Kesimpulannya, jika memang Long Distance Marriage ini terpaksa terjadi, peran suami meskipun itu mempunyai kesibukan yang lebih, harus sebisa mungkin meluangkan waktu untuk berkomunikasi  dengan istri meskipun itu dengan keterpaksaan. Dan peran istri juga harus sabar, jika memang sebelumnya sudah ada komitmen, menjadikan hal-hal negatif akan menjadi hilang.

SUMBER

Jurnal Empati, Agustus 2016, Volume 5(3), 417-423

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun