Cemberut wajah annisa saat membayangkan janji yang diucapkan Dino saat kelas 4 SD. “aku akan menikahimu. Iya, aku berjanji.............” Begitulah Dino memberikan harapan pada Nisa saat itu. “Huh, seperti itu kah orang yang telah berjanji menikahiku. Goda sana, goda sini, genit sekali” gerutu kesal annisa yang tak tertahankan. Annisa yang kini telah menginjak kelas 3 SMA merasakan sekali gundah di hati melihat tingkah Dino yang tak menentu dan genitnya minta ampun itu.
........................................................Beberapa Tahun Kemudian ................................................
Waktu berjalan dengan cepat, Annisa kini mengikuti acara wisuda yang mengesahkan dirinya menjadi seorang sarjana komputer. “Ya, mungkin dia sudah lupa. Move on saja lah darinya.” Seperti biasa Annisa menggerutu melihat Dino yang juga satu almamater dengannya.
“Sruuupppt.....” sambil menahan emosi, Annisa menyempatkan duduk-duduk di kantin dan meminum es buah favoritnya. Dengan mata yang jelalatan lirik sana lirik sini yang akhirnya menuju fokus.
“Hah, Dino.... ngapain dia disini.?” Tanyanya dalam hati sambil membuang muka. Dengan langkah pasti, Dino pun menghampiri Annisa. “ Hai Nis, selamat yah. Kamu wanita hebat. Sekarang sudah sarjana yah, sudah saatnya mandiri.” Ucap Dino sambil memuji. “he eh... makasih” jawab Nisa secukupnya. “hehehe... ada apa sih, biasanya cerewet. Lagi gak semangat yah. Atau lagi sakit.” Selidik Dino. “ Itu tau.” Balas Nisa secukupnya. “ Oke.. oke... mungkin aku ganggu. Tapi, untuk merayakan keberhasilan kita. Mau gk kamu jalan-jalan nanti sore sama aku”. Tanya Dino sambil garuk-garuk kepala.
Perasaan Annisa pun melayang-layang. Seolah terbang kelangit ketujuh. “ what, jalan-jalan sore sama Dino.... helloooww apa gw gak mimpi. Sadarkan gw... pliss.... sadarkan gw..”. fikiran Nisa masih melayang terbang. “ Hei nis, gmana mau apa enggak.” Tegur Dino yang membuyarkan lamunan indah si Nisa. “ eh, buset.. buset.. buset” nisa yang terkaget-kaget menjadi perhatian orang-orang se isi kantin. “gak semudah itu keuleus” Lanjut Nisa sambil tetap menjaga harga dirinya.
“hehehe... ada syaratnya yah. Kalau boleh tau, apa syaratnya?”. Tanya Dino kepada Nisa. “lo koq tumben ngajak jalan gw sih. Pasti ada maunya yah. Oke, lo harus bawa martabak kacang pengkolan sana kesukaan gw. Inget bawa dua.” Jawab Nisa sambil sedikit menyelidik. Sambil tersenyum simpul, Dino pun meninggalkan Nisa tanpa memberikan jawaban. “hehehe, wanita yang aneh. Tapi, aku suka padanya”. Gumam Dino.
............................................................. Sore Hari..........................................................................
“ Tulit... tulit... tulit....” berdering hape Nisa dan langsung saja diangkatnya. “Halo nis, aku udah di luar rumah kamu. Jadi gak sore ini.?” Tanya Dino lewat telepon. “Tunggu diluar” perintah Nisa pada Dino.
“Ckreeek...” bunyi pintu dibuka dan Nisa pun mempersilahkan masuk Dino. “ayo masuk, izin dulu ama orang tuaku. “ Ajak Nisa. “Huh, siapa takut.” Tegas Dino. Akhirnya, setelah bertemu berbicara panjang lebar dan juga meminta izin pada orang tua Nisa, merekapun di izin kan untuk jalan-jalan. “Inget waktu ya nak Dino.” Pesan Orang tua Nisa yang memang sudah akrab dengan Dino. “Siap bos.” Gurau Dino. “Yang sopan.” Ucap Nisa sambil mencubit perut Dino. “hehehe... saya pamit sebentaran ya bu, pak.” Ucap Dino sambil mencium tangan keduanya dan di ikuti oleh Nisa.
“eh, Dino, kamu mau ajak jalan aku kemana sih.?” Tanya Nisa sambil membuka percakapan. “Ada deh..” jawab Dino tidak berpanjang lebar. Dan, sepanjang perjalanan merekapun tak banyak bicara dan lebih banyak merasa kikuk.
Sesampainya di tempat yang dituju, perasaan Nisa pun terbayang lagi akan masa-masa itu. Masa dimana mereka bermain bersama, dan tentu saja tempat dimana Dino mengucapkan janjinya. Ya di bukit jagung yang telah siap panen, kini mereka duduk di situ sambil memandang para pengguna jalan. Hati nisa berdegup kencang, fikirannya menduga-duga, “apa Dino masih mengingatnya? Apa Dino mau mengatakannya lagi? Bukankah dia pria genit itu...” .
“Hei, nis, ada apa.? Jangan-jangan kamu benar-benar sakit?” tanya Dino. “Eh, enggak koq.” Jawab Nisa dengan gelagapan. “kamu tampak cantik Nis.” Ucap Dino kepada Nisa. “ Kamu inget gak dulu kita sering main di sini. Waktu kita kecil dulu. Hehehe.... ternyata, waktu mengubah kita ya. Kesibukan membawa kita lupa kalo kita pernah saling bermain dan bercanda. Hehehe... maaf yah, aku cerewet sekali hari ini. Biasanya, kamu yang paling cerewet.” Ucap Dino. Dan mereka pun saling mengobrol sampai waktu menjelang maghrib.
Tak seperti awal datang, kini hati Nisa begitu kecewa. Ternyata Dino melupakan janji yang pernah dia ikrarkan. Nisa pun bangkit dan berkata “ Sudah mau maghrib. Aku mau pulang.”. “eh, Nis, tunggu Nis... jangan terburu buru.” Seru Dino. Tanpa mempedulikan kata-kata Dino, Nisa pun membelakangi Dino sambil berjalan pulang.
“Oke baik, Dulu aku pernah berjanji padamu disini untuk menikahimu. Sekarang, aku akan mengatakannya lagi padamu. Maukah kamu menjadi pendampingku. Untuk sehidup dan semati.?” Ucap Dino kepada Nisa dengan cukup Keras. Langkah nisa pun berhenti pipinya mulai dialiri air. Dengan menahan menahan perasaan campur aduknya, nisa pun bertanya “ Apa kamu Serius.?”. “tentu saja aku serius.” Jawab Dino meyakinkan Nisa. “ tapi, kamu kan belom kerja.” Tanya Nisa. “ udah deh, jawab aja mau apa enggak. Kalo gak mau ya udah, kalo mau ayo.” Jawab Dino sedikit keki. “hehehe.....” senyum Nisa sembari menganggukkan kepalanya.
................................................... Beberapa Tahun Kemudian ....................................................
Ternyata Dino butuh waktu beberapa tahun untuk merealisasikan janjinya pada Annisa. Kini mereka sah menjadi sepasang suami istri. “ Dino, aku bahagia.” Ucap Nisa. “ Sama cintaku, aku juga bahagia.” Kata Dino sembari memberikan ciuman di kening Nisa.
................................................... Sepuluh Tahun Kemudian ....................................................
Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu Nisa. Usianya bertambah satu tahun. Di masaklah masakan terenak dan yang paling digemari oleh Dino. Di usianya yang sudah berkepala tiga keatas dengan memiliki anak 3 Nisa tetap terlihat cantik. Walaupun kehidupannya tak selalu mulus. Namun, cinta Nisa terhadap Dino tetap stabil.
“tok..tok..tok.. Assalamualaikum...” panggil Dino kepada Nisa.
“wa’alaikumsalam... eh, papah udah pulang. Capek yah...” ternyata, panggilan sayang mereka kini berubah menjadi papah-mamah... romantis sekali...
“ iya, masak apa hari ini... wuih, mamah cantik sekali hari ini...” Dino mulai menggoda Nisa.
Mereka pun makan bersama anak-anaknya. Selesai makan, sebetulnya Dino ingin memberikan langsung pada Nisa sebuah kalung yang ia beli. Namun, niat itu diurungkan sambil menunggu anak-anak tidur dahulu. Dengan santai, Dino pun pergi menonton TV. Melihat gelagat Dino yang seolah lupa, Hati Nisa pun kesal dibuatnya.” Sudah capek-capek dimasakin nikmat, ternyata dia lupa”, begitulah suasana batin Nisa saat ini.
Cekcok pun terjadi di kamar keluarga. Pun semakin panas setelah Dino benar-benar lupa niat yang ingin direalisasikannya itu. “ aku tuh capek. Kerja seharian, pulang malah kamu omelin begini”. Omel Dino kepada Nisa. “ Apa, kamu bilang kamu capek. Dulu, waktu aku mau kerja, kamu bilang aku gak boleh kerja. Liat ijazah ku, liat gelar yang disematkan padaku. Menjadi sia-sia setelah menikah denganmu.” Balas Nisa yang tak kalah sengit. “ DIAM..... Ini tanggung jawabku.” Bentak Doni sambil membanting Remote TV.
Nisa pun lari kedalam kamar, Dia menangis tersedu-sedu, hatinya teriris. Ditatapnya langit-langit dan bergumam, “ Apa salahku, apa aku tak ada hak untuk membantunya, Tuhan,.”. sementara di ruang keluarga, Dino yang masih kesal memasukkan tangannya ke dalam saku celana. “ Ya ampun, aku lupa. Tak heran dia begitu marah padaku.” Gumamnya penuh penyesalan.
Dengan bergegas Dino pun masuk ke kamar. Dilihatnya Nisa yang masih tersendu-sendu. Dan, dihampirilah olehnya. “ maafkan aku, aku kelewatan.” Ujar Dino sambil mengusap air mata Nisa. Keheningan pun terjadi, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Nisa. “Kamu sudah tua ya Nis.” Ledek Dino kepada Nisa. Satu cubitan nakalpun mendarat di perut Dino tanda Nisa sudah memaafkannya.
“Oh, iya Nis.... Terima kasih sudah Mau menjadi istriku. Sudah mau menjadi Ibu bagi anak-anakku.” Ucap Dino sambil mengeluarkan kalung yang ia beli dan langsung memasangnya di leher Nisa. Nisa pun terperanjat, dipandanglah wajah suaminya. Sebelum nisa sempat berucap, Dino pun langsung mengatakan sesuatu. “ Hehehe... tenang saja, aku tak pernah lupa koq. Bagaimana bisa aku lupa hari dimana orang yang aku cintai lahir di dunia ini.” Wajah Nisa pun menunduk dan ia pun berujar, “ Papah, maaf yah, aku tadi kelewatan.” Sesal Nisa. “tak apa mah, aku sudah memaafkannya koq.” Jawab Dino sambil mengembangkan senyum.
“ Terima kasih juga ya pah, telah menjadi suamiku, menjadi Ayah bagi anak-anakku dan menjadi pahlawan bagi hidupku. Aku mencintaimu, Papah....” Ucap Nisa. “Aku juga mencintaimu Nis, Semoga ini abadi untuk selamanya ya Nis. Love You....”. Ujar Dino sambil memeluk Nisa dan menciumnya hingga seterusnya... seterusnya... dan seterusnya.... Hehehehehe....
............................................................. SELESAI ..................................................................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H