Mohon tunggu...
Moch Aldy MA
Moch Aldy MA Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Redaktur Omong-Omong Media

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Si Pemberontak Camus: Mitos Sisifus, Bunuh Diri, Leap of Faith dan Keabsurdan yang Tulus

18 Februari 2021   15:08 Diperbarui: 18 Februari 2021   15:21 4028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang ada di masa depan atau hari esok? Ya keabsurdan, mungkin juga kematian yang tidak pernah dapat diterka.

Oleh sebab itu kita harus berani menolak Leap of Faith. Singkatnya Leap of Faith adalah sama dengan bunuh diri secara filosofi (berpegang pada Agama, Sains, Ideologi dan lain sebagainya), juga bunuh diri ragawi (termasuk Euthanasia). Bukan berlagak sok paling kuat, namun sekali lagi, Leap Of Faith sepertinya bukan solusi yang tepat.

Alangkah lebih baik bila kita melakukan Insureksi atau Revolt, alias melakukan pemberontakan atas hidup yang tidak pernah jelas. Menjerang kehidupan yang ganjil dengan genap. Mempecundangi kemapanan dengan penerimaan kesuraman. Tidak berguna, tidak masalah, yang paling penting kita tetap menghidupinya.

Secara tidak langsung, Camus menginginkan kita menjaga gelora Carpe Diem agar tetap menyala. Dan Carpe Diem adalah perihal menghidupi hari ini, dengan berani tanpa perlu takut. Takut pada hari esok yang mungkin mengandung dan mengundang kematian.

Jadi, apakah kita sebaiknya berharap? Mungkin tidak.

"Harapan, bagi seorang absurdis (orang yang berani menghadapi absurditas) adalah metode pengecut untuk lari dari absurditas." -Albert Camus

Keabsurdan yang Tulus

Camus adalah seorang pemberontak, ia dengan berani menghidupi hidup yang absurd dengan tulus. Ia tidak bunuh diri, secara ragawi ataupun filosofis. Ia mungkin memang absurd, hidup secara absurd dan mati secara absurd.

Apakah akhir hidupnya kurang absurd? Tentu tidak. Ia bahkan mati dalam kecelakaan mobil, tepatnya menabrak pohon. Jauh sebelum itu, absurdnya, Camus pernah mengatakan bahwa cara paling absurd untuk mati adalah tewas dalam kecelakaan mobil.

Camus berputih tulang tiga tahun setelah menerima salah satu penghargaan paling bergengsi dalam dunia manusia, yaitu Nobel Kesusastraan. Namun Camus tidak berhenti  sampai di situ, ia akan abadi selamanya. Oleh sebab ia adalah kunci dari keabsurdan dunia. Selama dunia ini absurd, Camus akan tetap hidup. Ia akan tetap hidup dalam hati, kita yang kebingungan di dalam labirin dunia.

Camus dan Sisifus adalah satu kesatuan. Mereka berdua mengajarkan bahwa absurditas kehidupan yang dialami hampir setiap saat, tidak seharusnya membuat kita tidak bahagia. Bahkan Sisifus yang dikutuk pun masih dapat bahagia, meskipun dengan hukuman absurd yang membuat hidupnya tidak lagi memiliki makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun