Mohon tunggu...
Moch Alfa Alfiansyah
Moch Alfa Alfiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemuda sederhana, mahasiswa biasa saja. Menulis sesukanya.

Moch. Alfa Alfiansyah, pemuda sederhana, putra daerah Probolinggo berusia 21 tahun. Indeks Prestasi yang tinggi, sering memenangkan lomba menulis, beberapa karyanya telah dibukukan, serta aktif organisasi dan kegiatan lokal hingga internasional adalah capaiannya sebagai seorang mahasiswa S1 Ilmu Perpustakaan Universitas Negeri Malang. Dirinya juga merupakan pribadi yang religius, santai, dan suka bersosialisasi. Cita-citanya adalah menjadi seorang pustakawan yang ditunjangnya dengan karakter pekerja keras, softskil, dan hardskill yang mumpuni.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Chaos Aturan Baru, Stasiun Blitar Jadi Manggarai Cabang Jawa Timur

16 Juni 2023   18:04 Diperbarui: 16 Juni 2023   18:20 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lebih baik resign daripada harus transit di Manggarai. Sore hari di Manggarai, hanya iman dan taqwa yang bisa jadi pegangan. Transit di Manggarai adalah ujian tertinggi kehidupan."

Ungkapan netizen tersebut merupakan beberapa gambaran dari semrawutnya suasana transit di Stasiun Manggarai, dimana pada jam berangkat dan pulang kerja, stasiun itu berubah menjadi lautan manusia. Ribuan pengguna KRL dapat berkumpul secara serentak untuk naik, turun, atau pindah kereta.

Padatnya Stasiun Manggarai membuat para penumpang merasa frustrasi karena mereka harus menguji kemampuan survival-nya dengan berdesakan, berlarian, hingga berebut kereta. Maklum saja, Stasiun Manggarai merupakan stasiun transit yang menghubungkan banyak jalur KRL dan transportasi lain di Jabodetabek.

Stasiun Blitar dan KA Dhoho-Penataran

Selain Stasiun Manggarai, rupanya baru-baru ini sebuah stasiun di wilayah Jawa Timur juga mengalami hal yang serupa. Stasiun Blitar namanya, sebuah stasiun besar yang terletak di pusat kota Bumi Bung Karno. Mulai 1 Juni 2023 lalu, Stasiun Blitar telah ditetapkan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai stasiun transit bagi kereta Commuter Line Dhoho-Penataran, sebuah kereta lokal yang menghubungkan banyak kota di Jawa Timur, yakni Surabaya, Malang, Blitar, Kediri, hingga Mojokerto.

Aturan baru dari PT KAI ini sangat berbeda dari aturan sebelumnya, dimana Stasiun Blitar hanyalah stasiun pemberhentian bagi Commuter Line Dhoho-Penataran. Artinya, tidak ada aktivitas transit atau penumpang yang harus pindah kereta. For your information, kereta tersebut memiliki rute memutar, yakni dari Stasiun Surabaya Kota dan kembali lagi ke Stasiun Surabaya Kota. Adapun yang membedakan adalah kereta yang melalui jalur Malang disebut KA Penataran, sedangkan kereta yang lewat jalur Kertosono disebut KA Dhoho. Nah, keduanya bertukar nama di Stasiun Blitar.

Kini, aturan baru PT KAI yang dikenal dengan Grafik Perjalanan Kereta Api atau GAPEKA 2023 mengharuskan KA Dhoho-Penataran untuk mengakhiri perjalanan di Stasiun Blitar dan memutar arah untuk kembali ke Surabaya. Simpelnya, kedua kereta ini pergi sampai Blitar saja lalu langsung putar balik untuk pulang ke Surabaya lewat jalan yang sama.

Stasiun Manggarai cabang Jatim

Perubahan aturan yang radikal ini berdampak pada terjadinya penumpukan penumpang di Stasiun Blitar. Hal ini bisa terjadi karena penumpang dari KA Dhoho Penataran yang tidak mengakhiri perjalanan di Stasiun Blitar terpaksa harus turun dan menunggu rangkaian kereta yang baru untuk melanjutkan perjalanan.

Suasana chaos pun tak terhindarkan karena meskipun merupakan stasiun besar, kapasitas dari Stasiun Blitar tak mampu untuk menampung ratusan bahkan ribuan orang sekaligus. 

Dalam satu hari, setidaknya terjadi lima kali momen chaos di stasiun yang berada di ketinggian 167 meter di atas permukaan laut ini. Sesuai dengan jadwal terbaru, KA Dhoho-Penataran akan bertemu pada pukul 4 dan 9 pagi, 1 siang, 4 dan 5 sore, serta 9 sampai 10 malam.

Sebagai kereta lokal, tentunya penumpang dari kereta tersebut selalu penuh dan sebagian di antara mereka belum memahami mekanisme baru ini. Akibatnya, banyak penumpang mengalami kebingungan hingga beberapa diantaranya ada yang sampai ketinggalan kereta karena tidak tau jika harus transit. Beberapa yang berhasil terangkut pun nampak berebut kursi karena sistem tiket yang rancu.

Tak sampai di sana, chaos ini juga turut diperparah dengan banyaknya kereta lain yang juga berhenti atau selesai perjalanannya di stasiun yang memiliki delapan jalur ini. Alhasil bukan hanya semakin menumpuk, namun penumpang juga sulit dibedakan antara penumpang kereta lokal dengan kereta jarak jauh.

Dengan demikian, Stasiun Blitar mendapat julukan baru sebagai cabang dari Stasiun Manggarai, dimana konsep transit pada KRL Jabodetabek diberlakukan pada kereta lokalan Jawa Timur. 

Hasilnya zonk, terlihat dari adaptasi petugas, penumpang, dan sarana yang kurang maksimal. Riwehnya Stasiun Blitar pun mendapat julukan baru sebagai Stasiun Manggarai cabang Jatim, dimana konsep transit KRL Jabodetabek diberlakukan pada kereta lokal Jawa Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun