Sebagai kereta lokal, tentunya penumpang dari kereta tersebut selalu penuh dan sebagian di antara mereka belum memahami mekanisme baru ini. Akibatnya, banyak penumpang mengalami kebingungan hingga beberapa diantaranya ada yang sampai ketinggalan kereta karena tidak tau jika harus transit. Beberapa yang berhasil terangkut pun nampak berebut kursi karena sistem tiket yang rancu.
Tak sampai di sana, chaos ini juga turut diperparah dengan banyaknya kereta lain yang juga berhenti atau selesai perjalanannya di stasiun yang memiliki delapan jalur ini. Alhasil bukan hanya semakin menumpuk, namun penumpang juga sulit dibedakan antara penumpang kereta lokal dengan kereta jarak jauh.
Dengan demikian, Stasiun Blitar mendapat julukan baru sebagai cabang dari Stasiun Manggarai, dimana konsep transit pada KRL Jabodetabek diberlakukan pada kereta lokalan Jawa Timur.Â
Hasilnya zonk, terlihat dari adaptasi petugas, penumpang, dan sarana yang kurang maksimal. Riwehnya Stasiun Blitar pun mendapat julukan baru sebagai Stasiun Manggarai cabang Jatim, dimana konsep transit KRL Jabodetabek diberlakukan pada kereta lokal Jawa Timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H