Setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sepertinya desa sebagai unit terkecil dari birokrasi pemerintahan mendapat angin segar untuk bangkit dan maju. Undang-undang ini memilki semangat menjadikan desa sebagai ujung tombak dari pembangunan nasional. Sehingga dengan demikian, sukses atau tidaknya pembangunan nasional, bukan melulu ditentukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota, akan tetapi sangat ditentukan oleh pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunannya.
  Sekarang, pembangunan desa mendapatkan momentum yang tepat dan pas, bahkan menjadi fokus utama dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini merupakan konsekuensi-logis dari amanah Undang-undang Desa untuk mengelola sumber dana dan aset yang dimilikinya guna sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat. Pemerintah juga berkewajiban mengalokasikan anggaran sekurang-kurangnya 10% diluar dana bagi hasil dari APBN atau APBD. Ketentuan pasal 73 ayat 2 ini mewajibkan pemerintah untuk mengalokasikan dana tidak kurang dari 1.4 miliar untuk 74.093 ribu desa atau kelurahan di seluruh Indonesia.
   Namun faktanya, dua tahun anggaran yang berjalan, pemerintah masih belum dapat membuktikan komitmennya dalam membangun desa. Hal ini terlihat dalam postur APBN 2016 misalnya, dan hanya terdapat 47 trilyun dari 2.095,7 trilyun. Ini setara dengan 2,2% dari total anggaran belanja APBN 2016. Jumlah dan persentase ini membuktikan bahwa cita dan realita masih jauh, dan harus terus menerus didorong oleh semua pihak untuk melaksanakan Undang-undang Desa dengan murni dan konsekuen. Kalau tidak undang-undang desa ini tidak ubahnya hanya macan kertas.
Tabel 1 : Postur APBN 2016
     Jadi, harapan banyak pihak, bahwa pembangunan desa akan membawa kejayaan Indonesia masih membutuhkan usaha sekaligus waktu. Untuk tidak mengatakan proses pelaksanaannya masih seperti api jauh dari panggang. Semua pihak termasuk HMI, harus terus mengingatkan pemerintah untuk memenuhi janjinya dalam membangun desa, sehingga cita-cita untuk mewujudkan desa yang kuat, sejahtera, mandiri dan demokratis, benar-benar bisa terwujud.
     Sesungguhnya, tema HMI dan pembangunan desa relatif tak biasa dalam diskursus HMI selama ini. Banyak alasan yang melatarbelakanginya antara lain:
     Pertama, pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang menjadi trending topic dan menjadi fungsi dari struktur dalam organisasi HMI dalam partisipasi pembangunan. Sampai hari ini belum ditemukan nomenklatur organisasi dalam partisipasi pembangunan desa ini. Sehingga, bila HMI menginginkan sebagai pelopor pembangunan desa, maka harus ada bidang partisipasi pembangunan desa secara spesifik dan organisatoris.
     Kedua, base area dari HMI selama ini adalah kampus. Desa hanya menjadi tempat KKN (Kuliah Kerja Nyata) sebagai program pengabdian masyarakat dari doktrin Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bila HMI ingin menjadi pelopor pembangunan desa, maka HMI sekurang-kurangnya membuat Desa binaan. Tentu disesuaikan dengan potensi desa dan bidang keahlian dari HMI sendiri, sesuai dengan latar belakang fakultas, jurusan serta progam studi bidang masing- masing.
     Ketiga, HMI adalah organisasi Kader dan bukan organisasi massa. Bila ingin HMI menjadi pelopor pembangunan desa, maka proses kaderisasi dalam HMI harus dilakukan reorientasi dari pola elitis ke populis, dari akademis ke tekokraktis, dari kader umat ke kader desa, dan seterusnya. Walau harus diakui bahwa HMI sebagai organisasi ke mahasiswaan yang tertua di Tanah Air telah menjadi sumber daya insani pembangunan nasional. Kader HMI telah menyebar ke berbagai profesi dan bidang pengabdian, baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, media, sosial, budaya dan lain sebagaiya. Semua, di HMI lengkap.
    Keempat, HMI memiliki misi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT. Misi ini kemudian diterjemahkan dalam peran dan kiprah kewarganegaraan yang sangat makro. Sementara, peran dan kiprah kedesaan yang sangat mikro, kurang mendapat apresiasi. Kedepan, bila HMI ingin jadi pelopor pembangunan desa maka peran dan kiprah di struktur pemerintahan, dan organisasi kemasyarakatan desa harus diberikan tempat yang terhormat, dalam domain nalar politik sosial HMI masa kini.